Adzan maghrib berkumandang dari masjid yang hanya berjarak 50 meter dari rumahnya. Rasti tak ingin melewatkan saat adzan maghrib,sementara dirinya belum mandi. Dia ingin menunaikan sholat maghrib tepat waktu. Begitulah kebiasaan Rasti.
Seusai mandi Rasti berwudhu dan menuju mushola rumahnya. Biasanya Rasti dan Roni sholat berjamaah di masjid. Tapi kali ini Rasti ingin sholat di rumah. Sementara Roni telah menuju masjid tanpa mengajak Rasti seperti biasanya,tanpa peduli sedikitpun.Â
Seusai sholat dalam doanya Rasti menumpahkan isi hatinya kepada Allah,Tuhan yang maha adil, yang maha tahu akan kebutuhan manusia. Segala kuasa ada di genggamanNya.Â
Tuhan yang tidak akan pernah meninggalkan makhlukNya, yang selalu memberikan petunjuk terbaik untuknya. Petunjuk yang takkan pernah salah,tak pernah keliru arah. Petunjuk yang selalu diharapkan oleh setiap manusia beriman yang dengan khusyuk memohon ke haribaanNya.
Rasti tenggelam khusyuk dalam doa. Air mata pun membasahi pipi namun Rasti belum ingin beranjak. Hatinya telah terpaut pada Sang Kholik. Ia tak ingin cepat pergi. Rasa rindu berdua saja dengan Sang Pemilik kehidupan. Sang penentu segala Qodho' dan Qodar.
Di akhir doa Rasti mengucap,"Ya Allah berikanlah yang terbaik untuk kami,untuk hamba dan mas Roni. Perkenankanlah kami memiliki putra-putri sebagai penerus kelangsungan hidup kami dan pertautkan hati kami agar janji suci yang pernah terikrar tak ternodai. Ya Allah,keputusanMu adalah yang terbaik. Jadikanlah hati kami sebagai hati yang selalu ikhlas dalam menerima segala keputusanMu. Aamiin."
Roni yang sholat berjamaah di masjid,juga memohon yang terbaik untuk dirinya dan Rasti. Ia mengharap petunjuk dari Allah. Agar sesampainya di rumah nanti situasi dan kondisi rumahtangganya pulih seperti hari-hari sebelumnya. Seusai sholat dan berdoa,rasa yang tadi sempat berkecamuk dalam hatinya pun berangsur hilang. Roni pulang dengan langkah yang lebih ringan.
Ada yang sempat hilang dari hati Roni hari ini. Sambutan-sambutan hangat Rasti,senyum manisnya,curhat manjanya...ahh...Roni merindu itu semua. Padahal baru sehari ia sudah kalang kabut seperti ini,bagaimana kalau seminggu...? Ya Allah, jangan sampai deh terjadi.
Sepanjang jalan dari masjid menuju rumahnya yang hanya 50 meter saja,pikiran Roni gundah antara perasaan bersalah dan perasaan gengsinya sebagai lelaki dan kepala rumahtangga. Pelan-pelan langkah kaki diayunkan.Â
Tidak seperti biasanya. Saat sampai di rumah , ia masih enggan untuk menyapa Rasti lebih dulu. Perasaan gengsi kelelakiannya ternyata tak dapat begitu saja ia hilangkan. Bungkam seribu bahasa.
Rasti masih di mushola. Hatinya masih terasa perih,meskipun ia sudah mencoba melupakan peristiwa tadi.
"Mas Roni,mengapa kamu tega memperlakukanku seperti itu,tanpa menanyaiku terlebih dulu,"bisik Rasti dalam hati.