"Terlalu rumit, Don. Sampaikan saja bahwa akan diatur pajak sedemikian rupa, sehingga kita bisa biayai makan gratis dan susu gratis untuk anak." Mar mengajak Doni untuk tidak melanjutkan uraian yang tidak sederhana itu.
Mendengar itu, Kensi tak sabar. Dengan setengah berteriak ia menyela pembicaraan Mar. Sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah Mar.
"Apa, ... kamu yang biayai?! Itu urusan negara! Kamu bicara seolah-olah kamu pemerintah yang tahu semua hal itu?!"
"Begini, ... dengar dulu baik-baik. Ini memang amat teknis. Tidak mudah dicerna otak semua orang. Paling kurang sudah ada pemahaman dasar tentang perhitungan produk domestik bruto. PDB adalah metode yang dipakai untuk menghitung pendapatan nasional suatu negara", Doni ingin meneruskan uraiannya, biar lebih jelas lagi. Pemahaman pajaknya memang mumpuni.
" Sudahlah Doni ... Kita semua ... " Mar mengangkat kedua tangannya sambil telapak tangannya diarahkannya ke bawah. Memberi signal agar tenang. "Kita tidak mudah memahami hal itu. Yang penting, sederhananya, ... negara biayai semua itu dengan bersumber dari pajak. Dan pajak itu memang ada macam-macam." Mar mencoba menurunkan tensi yang sedang meninggi.Â
" Coba, ... kita kembali dulu pada soal kemungkinan pemerintah menaikkan pajak tadi. Betul atau tidak?" Tapian terus mengejar.
"Begini, ...", Doni bermaksud lanjutkan uraiannya. Tapi disambar saja oleh Mar.
"Yang saya dengar itu, tingkatkan Tax Ratio dan turunkan Tax Rate." Mar pun terus berusaha membela pemerintah.
"Jangan-jangan ... subsidi BBM pun dipangkasi. Artinya harga bensin, minyak tanah, naik." Tapian terus mendesak. Ingin tahu apa pajak betul dinaikkan.
"Teman dengar dulu, ... Dalam urusan pajak itu, ada banyak upaya untuk naikkan Tax Ratio antara lain dengan menaikkan Pajak Penghasilan Orang Pribadi." Mar beharap, dengan penjelasannya, Tapian bersama Ken dan Ommy bisa paham dan reda.
"Itu!... Itu!...Pajak Penghasilan apa tadi, ...apa tadi, ... nanti naik!" teriak Tapian. Memang yang ingin diketahuinya, lagi-lagi soal pajak naik atau tidak.