Mohon tunggu...
Alot Andreas
Alot Andreas Mohon Tunggu... Guru - Saya pensiunan guru, pernah mengajar bhs Inggris di sebuah SMA swasta di Jakarta, sebelumnya mengajar di beberapa SMP sbg guru honorer (baik di Maumere maupun di Kupang . Pernah menjadi kepala SMP Negeri di Bola-Maumere; memfasilitasi berdirinya beberapa ormas tkt lokal, pernah menjadi ketua umum alumni Unika Widya Mandira Kupang di Sikka; pernah menjadi MC (bhs Inggris) dan interpreter dalam festival budaya tahunan NTT. Dalam bidang pendidikan, saya pernah lulus IELTS thn 1993 utk ke Flinders University tapi tdk diberangkatkan tapi msh sering update score profisiensi sy via bbrapa kali TOEFL. Sekarang dipercayakan sebagai Ketua Dewan Pembina sebuah yayasan baru (Sandadin-Evergreen Foundation) berlokasi di Maumere. Gagal diberangkatkan ke Flinders University, pd thn 2006-2008 saya lanjutkan studi tkt master di Surabaya (bid. Teknologi Pembelajaran).

Hobi saya menulis dan tentu saja termasuk membaca. Untuk bisa menulis dengan baik tentu saya wajib banyak membaca. Sesuai hobi saya itu maka dalam keseharian saya, saya dipandang sbg orang yang amat "immersed in my work/hobby" oleh orang di sekitar saya. Tapi mereka juga menyukai suara saya ketika saya membawakan lagu2 'slow rock", kadang dangdut, sesekali juga reggae. 'Sense of humor' tentu saja saya miliki juga karena 'variety is the spice of life'. Tidak bisa monoton saja. Meski biasa nampak sibuk, saya tetap punya jadwal jalan kaki, gerak badan ala aliran 'self-defence' yg pernah saya geluti, kunjungi kebun di kampung sekaligus utk bersilaturahim (katanya 'bersilaturahmi' kurang cocok istilahnya, lebih sopan 'silaturahim'). Dengan begitu, saya bisa menyerap informasi berbentuk 'data primer' dibanding hanya 'nanya' ke orang tertetu. Oh iya, saya memang amat tertarik dgn informasi seputar desa/kampung yang bagi saya menjadi komunitas yang lebih banyak "mirisnya" daripada "cerita suksesnya." Sudah laaammmaaa sekali saya suka prihatin dengan kehidupan 'wong deso' yang tak banyak berubah meski sudah begitu banyak rejim yang berkuasa dengan berbagai program pro-rakyatnya. 'Ikan, sih. Bukan kail yang diberi ke mereka!', kata beberapa teman saya. Memang kita tidak bisa menafikan penerimaan berbagai jenis dana dari pemerintah tapi itu cukup utk makan bebrapa pekan saja. Sehingga ketika mendengar salah seorang capres sekarang bilang "Tidak boleh lagi ada orang miskin di Indonesia!", saya menjadi gusar. Mana ada negara yang tak ada orang miskinnya. Selalu ada; cuma pendapatan perkapitanya yang beda dengan negara yang lebih miskin. Topik favorit lainnya, di bidang pendidikan, khususnya ttg cara belajar (termasuk good parenting), lebih khusus ttg cara belajar bhs asing. Topik lain tentu saja berkaitan dgn politik, kemudian sejarah dan budaya, kemudian sedikit filsafat dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tetap Kritis dalam Damai

7 Juni 2024   03:33 Diperbarui: 10 Juni 2024   08:58 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Selamat sore anak-anak muda bangsa. Selamat datang di kafe Randiwu!" Om Bonny  memang biasa begitu. Tak harus orang baru. Pengunjung lama pun selalu disapa seperti itu.

"Randiwu! Bertemu atau datang bersama ke suatu tempat. Kalau datang sendirian, tidak cocok untuk kafe saya ini." Ucapan ini pun sudah jadi ucapan rutinnya untuk setiap pengunjung. Pengelola kafe milik pak Husni, salah seorang anggota legislatif incumbent ini memang unik. Meski hanya pengelola tapi nama Bonny selalu disebut bersamaan dengan nama kafe.

Tidak itu saja. Om Bonny tak lupa menunjuk ke arah tulisan yang terpampang pada dinding kafe, bertuliskan "Rendezvous". Tulisan itu disertai penjelasan kecil di bawahnya, persis seperti yang baru saja Om Bonny ucapkan. "Bertemu atau datang bersama; kalau sendiri, tidak cocok."

Tanpa diberitahu, Om Bonny sudah dengan sigap menghidangkan minuman sesuai selera keempat pemuda itu. Kopi dengan setengah gula. Unik memang. Kedengaran mirip seperti setengah gila.

"Makan siang gratis plus susu gratis! Saya pikir kurang bagus! Dari segi penanaman mental kerja masyarakat, kurang mendidik."  BLT, PKH, ... Bansos saja, ... orang sudah cenderung malas!" Ken memulai pembicaraan. Ia pendukung berat paslon 3.

"Pikirkan saja demi kesehatan anak-anak. Demi kesiapan menuju Indonesia Unggul 2045. Keluarga miskin perlu dibantu", sergah Mar. Selama ini memang ia selalu ikut setiap ada kampanye paslon 2 ke mana-mana.

"Setuju, bantu. Tapi baiknya kalau ada jangka waktu. Misalnya 2 atau 3 tahun. Sambil bantu, kembangkan ketrampilan apa, begitu. Biar masyarakat bisa mandiri. Jangan sampai masyarakat tergantung terus pada bantuan pemerintah."  Ken memberi alasan.

"Memang harus begitu. Pemerintah harus berdayakan masyarakat. Bukan memanjakan begitu saja." Ommy yang sekubu dengan Ken seolah memperkuat argumen mantan rekan kerjanya di sebuah koperasi itu.

"Bukan manja! Itu membantu! Mereka sudah tidak mampu, kita biarkan saja. Itu berarti pemerintah tidak peduli sama rakyatnya." Kata Mar mempertahankan pendapatnya. Tidak sampai di situ saja, ia lanjut berkata:

"Dalam pembukaan UUD'45 ditulis, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpang darah Indonesia. Jadi, beri makan itu konstitusional."

 "Iya, benar... konstitusional. Tapi harus realistis. Tahu, tidak ... ?  Untuk biaya BLT, PKH, Bansos dan bantuan lain itu semua diambil dari hutang. Hutang kita sudah besar. Kita mau ngutang lagi untuk beri makan siang gratis dan susu gratis?" tanya Ken serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun