"Selamat sore anak-anak muda bangsa. Selamat datang di kafe Randiwu!" Om Bonny  memang biasa begitu. Tak harus orang baru. Pengunjung lama pun selalu disapa seperti itu.
"Randiwu! Bertemu atau datang bersama ke suatu tempat. Kalau datang sendirian, tidak cocok untuk kafe saya ini." Ucapan ini pun sudah jadi ucapan rutinnya untuk setiap pengunjung. Pengelola kafe milik pak Husni, salah seorang anggota legislatif incumbent ini memang unik. Meski hanya pengelola tapi nama Bonny selalu disebut bersamaan dengan nama kafe.
Tidak itu saja. Om Bonny tak lupa menunjuk ke arah tulisan yang terpampang pada dinding kafe, bertuliskan "Rendezvous". Tulisan itu disertai penjelasan kecil di bawahnya, persis seperti yang baru saja Om Bonny ucapkan. "Bertemu atau datang bersama; kalau sendiri, tidak cocok."
Tanpa diberitahu, Om Bonny sudah dengan sigap menghidangkan minuman sesuai selera keempat pemuda itu. Kopi dengan setengah gula. Unik memang. Kedengaran mirip seperti setengah gila.
"Makan siang gratis plus susu gratis! Saya pikir kurang bagus! Dari segi penanaman mental kerja masyarakat, kurang mendidik." Â BLT, PKH, ... Bansos saja, ... orang sudah cenderung malas!" Ken memulai pembicaraan. Ia pendukung berat paslon 3.
"Pikirkan saja demi kesehatan anak-anak. Demi kesiapan menuju Indonesia Unggul 2045. Keluarga miskin perlu dibantu", sergah Mar. Selama ini memang ia selalu ikut setiap ada kampanye paslon 2 ke mana-mana.
"Setuju, bantu. Tapi baiknya kalau ada jangka waktu. Misalnya 2 atau 3 tahun. Sambil bantu, kembangkan ketrampilan apa, begitu. Biar masyarakat bisa mandiri. Jangan sampai masyarakat tergantung terus pada bantuan pemerintah." Â Ken memberi alasan.
"Memang harus begitu. Pemerintah harus berdayakan masyarakat. Bukan memanjakan begitu saja." Ommy yang sekubu dengan Ken seolah memperkuat argumen mantan rekan kerjanya di sebuah koperasi itu.
"Bukan manja! Itu membantu! Mereka sudah tidak mampu, kita biarkan saja. Itu berarti pemerintah tidak peduli sama rakyatnya." Kata Mar mempertahankan pendapatnya. Tidak sampai di situ saja, ia lanjut berkata:
"Dalam pembukaan UUD'45 ditulis, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpang darah Indonesia. Jadi, beri makan itu konstitusional."
 "Iya, benar... konstitusional. Tapi harus realistis. Tahu, tidak ... ?  Untuk biaya BLT, PKH, Bansos dan bantuan lain itu semua diambil dari hutang. Hutang kita sudah besar. Kita mau ngutang lagi untuk beri makan siang gratis dan susu gratis?" tanya Ken serius.