Teori belajar perkembangan kognitif (Piaget)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pengenalan Singkat
Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan dengan membimbing, mengajar, dan melatih peserta didik yang dapat menyebabkan perubahan pada peserta didik dengan tujuan mencapai keselarasan antara peserta didik dan lingkungannya. Teori yang mendasari pendidikan pada dasarnya terbagi menjadi teori induktif yang berorientasi pada asosiasi, yang berarti bahwa dalam pengembangan pendidikan, teori ini didasarkan pada satuan-satuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk menjadi satuan-satuan yang lebih universal. Aliran dalam teori ini adalah aliran behaviorisme atau yang lebih dikenal sebagai aliran stimulus-respons, yaitu aliran yang beranggapan bahwa pendidikan diarahkan pada penciptaan perilaku baru pada peserta didik.
     Belajar adalah bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan. Belajar merupakan proses perubahan perilaku dan pola pikir yang dialami oleh individu. Teori belajar kognitif menekankan bahwa hal yang paling penting dalam proses pendidikan adalah bagaimana proses itu terjadi, bukan hanya hasil yang dicapai.
Teori yang melandasi pendidikan pendidikan pada dasarnya dapat dibagi dua yaitu teoriasosiasi yang berorientasi induktif artinya bangunan ilmu dalam pengembangan pendidikan didasarkan atas unuit-unit pengetahuan,sikap,dan keterampilan menjadi unit yang lebih universal,aliran dalam teori ini adalah aliran behaviorisme atau lebih dikenal dengan aliran Stimulus- Respon (S-R) yaitu aliran yang beranggapan bahwa pendidikan diarahkan pada terciptanya perilaku-perilaku baru pada peserta didik melalui stimus respon yang diberikan selama proses pembelajaran berlangsung. Kemudian yang kedua adalah teori lapangan (Field Theory) yang justru berbeda dengan teori asosiasi, teori ini lebih mengarah pada deduktif artinya pengetahuan diperoleh dari suatu untuk menemukan kebenaran-kebenaran dari unit-unit yang ada dalam pembelajaran. Teori ini memiliki dua aliran yaitu kognitvisme dan humanism
     Pendidikan dan manusia tidak dapat dipisahkan. Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu keberhasilan pendidik dalam melaksanaan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh pemahamannya  tentang  seluk  beluk  landasan  pendidikan  termasuk  landasan  psikologis  dalam pendidikan.  Bicara pendidikan juga menyangkut kata belajar dan pembelajaran.  bahasan dalam tugas ini mengupas tentang teori belajar menurut aliran psikologi kognitif serta implikasinya dalam proses belajar dan pembelajaran.
Pendidikan  merupakan  suatu  usaha  sadar  yang  dilakukan  dengan  caramembimbing,  mengajar  dan  melatih  peserta  didik  yang  dapat  menimbulkan perubahan dalam diri peserta didik dengan tujuan agar dapat tercapai kesesuaian antara diri peserta didik dengan lingkungannya.Teori yang melandasi pendidikan pada dasarnya dibagi teoriasosiasi yang berorientasi induktif  artinya bangunanilmu  dalam pengembangan  pendidikan  didasarkan  atas unit-unit  pengetahuan,sikap dan keterampilanmenjadi unit yang lebih universal,aliran dalam teori ini adalah  aliran  behaviorismeatau  lebih  dikenal   dengan  aliran  stimulus-respon. Aliran yang beranggapan bahwa pendidikan  diarahkan padaterciptanya perilaku-perilaku baru pada peserta didik. Belajar merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dengan proses pendidikan. Belajar merupakan proses perubahan  perilaku  dan  pola  pikir  yang  dialami  oleh  individu.  Teori belajar kognitif menekankan bahwa yang terpenting dalam proses pembelajaranadalah implementasi bagaimana proses tersebut terjadi daripada hasil yang dicapai.
1.2. Tujuan artikel
1. Tinjauan Teori Perkembangan Kognitif Piaget
2. Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
3. Implikasi Pendidikan dari Teori Piaget
1.3. Relevansi
Tujuan utama artikel ini
- Menjelaskan pendapat sebenarnya Piaget tentang Teori belajar Kognitif
- Tinjauan panggung Teori Piaget
Dampak teori Piaget terhadap pendidikan dan determinasinya
BAB II
Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget: Memahami Bagaimana Anak Belajar dan Tumbuh
Â
2.1. Tinjauan Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Hanya sedikit orang yang menghormati cara berpikir anak-anak dengan pengabdian seperti peneliti Swiss Jean Piaget. Ketertarikannya pada cara anak-anak mengkonstruksi pengetahuan memunculkan salah satu teori pertama tentang subjek tersebut. Teori ini dikenal dengan Teori Konstruksionis. RIE dan Piaget sangat menghormati kompetensi anak kecil dan cara mereka menciptakan pengetahuan. Piaget percaya bahwa anak-anak dilahirkan untuk belajar; sebuah ide yang dibagikan oleh RIE. Dia melihat masa bayi sebagai "ambang kecerdasan" (Piaget & Inhelder, 1972).
Piaget mempelajari cara anak-anak mengkonstruksi pengetahuan sejak bayi hingga remaja. Dua tahun pertama kehidupan terdiri dari apa yang disebutnya sebagai tahap "sensorimotor". Tahap ini dimulai dengan refleks bawaan bayi baru lahir dan melalui pengulangan dan pengalaman, bayi mengembangkan tindakan yang bermakna dan bertujuan (Piaget & Inhelder, 1972). Bayi dan balita membangun pengetahuannya melalui seluruh inderanya. Mengecap, mengucapkan, menggenggam, membenturkan, dan menjatuhkan semuanya mendukung pencarian mereka akan informasi.
Piaget percaya bahwa kerangka kerja, atau "skema", dikembangkan untuk mengatur dan menafsirkan informasi yang diperoleh. Skema adalah landasan pemikiran. Skema dimulai secara spesifik dan kemudian berkembang dan dimodifikasi melalui proses gabungan asimilasi dan akomodasi (Piaget & Inhelder, 1972). Piaget melihat kecerdasan dimulai ketika refleks fisik berpindah dari ketidaksadaran ke tujuan (Mooney, 2013).
Piaget menggunakan refleks menyusu pada bayi baru lahir untuk menjelaskan bagaimana pemahaman dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi dalam bukunya Origins of Intelligence. Refleks menghisap memaksa bayi untuk mencari puting dan pelekatannya. Setiap pemberian makan memberikan kesempatan untuk menyerap -- atau "mengasimilasi" -- informasi baru: bagaimana menggerakkan kepala, berapa banyak tekanan yang harus digunakan, kecepatan, dll. Pola pemberian makan yang lebih canggih berkembang melalui pengulangan, pengalaman, dan pengenalan motorik. Seiring waktu, bayi mulai menggunakan keterampilan ini lebih dari sekadar makan. Keinginan untuk belajar memulai eksplorasi tambahan (Piaget, 1952). Misalnya, dorongan untuk menemukan sesuatu mungkin akan segera membuat bayi menemukan tangannya. Mereka mulai menghisap puting ini alih-alih puting yang mengakomodir pengetahuan mereka sebelumnya -- "Saya juga bisa menghisap ini. Puting bukanlah satu-satunya hal yang bisa saya hisap." -- (Piaget, 1952). Proses penggunaan informasi baru untuk menyesuaikan pemahaman seseorang terhadap apa yang sudah diketahui disebut "akomodasi" (Bringuier, 1980).
Piaget percaya bahwa anak bungsu pun adalah ilmuwan yang terdorong untuk menyelidiki dunia di sekitar mereka. Oleh karena itu, baik RIE maupun Piaget memandang peran pendidik sebagai pendukung dorongan bawaan yang dimiliki anak untuk menciptakan dan berinovasi ide-ide baru (Gerber 1998; Geneser, 2022). RIE dan Piaget menganjurkan lingkungan yang memperkaya (dan aman) di mana orang dewasa memberikan kebebasan bereksplorasi dan dapat memercayai kemampuan anak mereka serta selera intrinsik akan wawasan. (Gerber 1998; Geneser, 2022). Jika hal ini terjadi, kami memahami bahwa peran orang dewasa adalah untuk mendukung dan menghargai kemampuan alami anak dalam memulai pembelajarannya. Ini adalah salah satu keunggulan Pendekatan Mendidik dan merupakan aplikasi praktis dari teori Piaget.
Belajar adalah suatu proses adaptasi terhadap rangsangan lingkungan, yang melibatkan periode-periode berturut-turut yang disebut Piaget sebagai asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Dalam mengasimilasi pengetahuan, siswa memasukkan pengalaman dan pengamatan mereka ke dalam logika pemahaman mereka yang sudah ada atau yang sedang berkembang. Misalnya, anak mungkin memahami fenomena siklus hidup kupu-kupu dari segi pemahamannya terhadap siklus hidup manusia. Akomodasi terjadi ketika ada konflik atau ketidaksesuaian antara informasi baru dan model internal siswa, yang menyebabkan siswa menyesuaikan pemahaman dan harapan mereka yang ada untuk memasukkan persepsi dan pengalaman baru mereka.
Jean Piaget dalam teorinya mengemukakan bahwa sejak balita manusia sudah bisa berinteraksi dengan benda-benda disekitarnya. Namun kemampuan tersebut masih sangat sederhana berupa kemampuan sensor motor. Â Untuk memahami dunianya, anak menggunakan skema, asimilasi, akomodasi dan juga keseimbangan (Adams, 2015). Â Kemampuan inilah yang membawa balita berani mengeksplorasi lingkungannya dan menjadikannya sebagai pengetahuan dasar serta dapat menjelma menjadi kemampuan yang lebih maju dan rumit. Piaget menyatakan perkembangan kognitif dalam teorinya bahwa kemampuan anak dalam melakukan analisis baru dimulai ketika mereka memasuki usia tersebut. dari 10. Seiring bertambahnya usia, perkembangan kognitif anak akan semakin kompleks seiring dengan semakin bervariasinya informasi yang diperoleh (Shibley et al., 2003). Teori perkembangan kognitif Piaget merupakan salah satu teori yang dapat menjelaskan cara anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek dengan kejadian di sekitarnya.
2.2. Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Tahap-tahap perkembangan kemampuan kognitif manusia terbagi dalam beberapa fase. Piaget membagi perkembangan kemampuan kognitif manusia menurut usia menjadi 4 tahapan, Yaitu:
1. Tahap sensori (sensori motor). Â Perkembangan kognitif tahap ini terjadi pada usia 0-2 tahun. Kata kunci perkembangan kognitif tahap ini adalah proses "decentracion". Artinya, pada usia ini bayi tidak bisa memisahkan diri dengan lingkungannya. Ia "centered" pada dirinya sendiri. Baru pada tahap berikutnya dia mengalami decentered pada dirinya sendiri. Pada tahap sensori ini, bayi bergerak dari tindakan reflex instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun pemahaman tentang dunia melalui pengoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
Tahap ini pemikiran anak mulai melibatkan penglihatan, pendengaran, pergeseran dan persentuhan serta selera. Artinya anak memiliki kemampuan untuk menangkap segala sesuatu melalui inderanya. Bagi Piaget masa ini sangat penting untuk pembinaan perkembangan pemikiran sebagai dasar untuk mengembangkan intelegensinya. Pemikiran anak bersifat praktis dan sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Sehingga sangat bermanfaat bagi anak untuk belajar dengan lingkungannya. Jika seorang anak telah mulai memiliki kemampuan untuk merespon perkataan verbal orang dewasa, menurut teori ini hal tersebut lebih bersifat kebiasaan, belum memasuki tahapan berfirkir.
2. Tahap praoperasional (preoperational). Fase perkembangan kemampuan kognitif ini terjadi para rentang usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi inderawi dan tindakan fisik.
Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:
- Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi tidak logis
- Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebabakibat secara tidak logis
- Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya
- Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia
- Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau di dengar
- Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya
- Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya
- Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya
3. Tahap operasi konkrit (concreteoperational)
Tahap operasi konkrit terjadi pada rentang usia 7-11 tahun. Pada tahap ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentukbentuk yang berbeda.Kemampuan untuk mengklasifikasikan sesuatu sudah ada, tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak. Operasi konkret adalah Tindakan mental yang bisa dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata.
Operasi konkret membuat anak bisa mengoordinasikan beberapa karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada satu kualitas objek. Pada level opersional konkret, anak-anak secara mental bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya mereka bisa lakukan secara fisik, dan mereka dapat membalikkan operasi konkret ini. Yang penting dalam kemampuan tahap operasional konkret adalah pengklasifikasian atau membagi sesuatu menjadi sub yang berbedabeda dan memahami hubungannya.
Tahap ini dimulai dengan tahap progressive decentring di usia tujuh tahun. Sebagian besar anak telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan ingatan tentang ukuran, panjang atau jumlah benda cair. Maksud ingatan yang dipertahankan di sini adalah gagasan bahwa satu kuantitas akan tetap sama walaupun penampakan luarnya terlihat berubah. Jika Anda memperlihatkan 4 kelereng dalam sebuah kotak lalu menyerakkannya di lantai, maka perhatian anak yang masih berada pada tahap praopersional akan terpusat pada terseraknya kelereng tersebut dan akan percaya jumlahnya bertambah banyak. Sebaliknya, anak-anak yang telah berada pada tahap opersional konkret akan segera tahu bahwa jumlah kelereng itu tetap 4. Anak pun akan tahu jika anda menuangkan susu yang ada di gelas gendut ke gelas ramping, maka volumenya tetap sama, kecuali jika jumlah susu yang dituangkan memang sengaja dibedakan.
Di usia 7 atau 8 tahun, seorang anak akan mengembangkan kemampuan mempertahankan ingatan terhadap substansi. Jika anda mengambil tanah liat yang berbentuk bola kemudian memencetnya jadi pipih atau anda pecahpecah menjadi sepuluh bola yang lebih kecil, dia pasti tahu bahwa itu semua masih tanah liat yang sama. Bahkan kalau anda mengubah Kembali menjadi bola seperti semula, dia tetap tahu bahwa itu adalah tanah liat yang sama. Proses ini disebut proses keterbalikan.
Di usia 9 atau 10 tahun, kemampuan terakhir dalam mempertahankan ingatan mulai diasah, yakni ingatan tentang ruang. Jika anda meletakkan 4 buah benda persegi 1 x 1 cm di atas kertas seluas 10 cm persegi, anak yang mampu mempertahankan ingatannya akan tahu bahwa ruang kertas yang ditempati keempat benda kecil tadi sama, walau dimanapun diletakkan.
Dalam tahap ini, seorang anak juga belajar melakukan pemilahan (classification) dan pengurutan (seriation). Contoh percobaan Piagetian dalam hal ini adalah: meminta anak untuk memahami hubungan antar kelas. Salah satu tugas itu disebut seriation, yakni operasi konkret yang melibatkan stimuli pengurutan di sepanjang dimensi kuantitatif. Untuk mengetahui apakah murid dapat mengurutkan, seorang guru bisa meletakkan 8 batang lidi dengan panjang yang berbeda-beda secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid untuk mengurutkan batang lidi tersebut berdasarkan panjangnya. Pemikiran operasional konkret dapat secara bersamaan memahami bahwa setiap batang harus lebih panjang ketimbang batang sebelumnya atau batang sesudahnya harus lebih pendek dari sebelumnya. Aspek lain dari penalaran tentang hubungan antar kelas adalah transtivity yaitu kemampuan untuk mengombinasikan hubungan secara logis untuk memahami kesimpulan tertentu.
Â
4. Tahap operasi formal (formal operational)
Tahap operasi formal ada pada rentang usia 11 tahun-dewasa. Pada fase ini dikenal juga dengan masa remaja. Remaja berpikir dengan cara lebih abstrak, logis, dan lebih idealistic.
Tahap operasional formal, usia sebelas sampai lima belas tahun. Pada tahap ini individu sudah mulai memikirkan pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis dan logis. Kualitas abstrak dari pemikiran operasional formal tampak jelas dalam pemecahan problem verbal. Pemikir operasional konkret perlu melihat elemen konkret A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa jika A = B dan B = C, maka A = C. Sebaliknya pemikir operasional formal dapat memecahkan persoalan itu walau problem ini hanya disajikan secara verbal.
Selain memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional formal juga memiliki kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinankemungkinan. Pada tahap ini, anak mulai melakukan pemikiran spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. Konsep operasional formal juga menyatakan bahwa anak dapat mengembangkan hipotesis deduktif tentang cara untuk memecahkan problem dan mencapai kesimpulan secara sistematis.
Menurut Piaget, tahap demi tahap perkembangan kognitif merupakan perbaikan dan perkembangan dari tahap yang sebelumnya. Oleh karena itu, menurut teori tahapan Piaget, setiap individu akan mengalami perubahan kualitatif yang bersifat invariant, tetap dan tidak melompat-lompat atau mundur. Peubahan-perubahan ini merupakan dorongan dan pengaruh dari factor biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sama dengan system organ yang ada dalam tubuh, hal yang sama juga berlaku kepada kognisi. Dia juga memiliki system yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh factor-faktor lingkungan.
2.3. Pengaruh Piaget pada praktik mengajar
Gagasan Piaget tentang pembelajaran dan perkembangan telah mempengaruhi teori pembelajaran konstruktivis serta pedagogi yang berpusat pada anak, dan khususnya kecenderungan pasif, peran latar belakang guru dalam pendidikan anak. Piaget berteori bahwa proses kognitif akomodasi dan asimilasi tidak dapat dipercepat dengan instruksi, dan bahwa sebagian besar interaksi tidak efektif dalam mempengaruhi perubahan kognitif kecuali ditempatkan pada tingkat yang benar antara asimilasi dan akomodasi dan membangun dengan sangat hati-hati dari apa yang telah dipahami siswa. Piaget menyarankan peran guru dalam memberikan pengalaman belajar yang tepat dan materi yang merangsang siswa untuk memajukan pemikiran mereka. Teorinya telah mempengaruhi konsep pembelajaran individu dan berpusat pada siswa, penilaian formatif, pembelajaran aktif, pembelajaran penemuan, dan interaksi teman sebaya. Namun, terkadang hal ini juga disalahartikan dengan menyatakan bahwa pengajaran langsung tidak tepat, sebuah klaim yang jelas-jelas terbukti tidak akurat dalam penelitian ilmu kognitif.
Fokus Piaget pada pembelajaran sebagai perkembangan individu tercermin dalam organisasi sebagian besar sistem pendidikan, di mana pembelajaran bersifat individual dan siswa diukur berdasarkan kinerja individu mereka, bukan kinerja kolaboratif. Pembangunan dilihat sebagai sesuatu yang bersifat individual, bukan sosial atau budaya, misalnya.
Piaget juga memengaruhi apa yang dikenal sebagai pengajaran yang berpusat pada siswa, di mana guru memulai dengan pemahaman siswa yang sudah ada dan membantu mereka membangun dan mengembangkannya (meskipun perlu dicatat bahwa ini tidak menghalangi guru untuk mengidentifikasi dan merencanakan dengan saksama konten yang akan diajarkan). Praktik penilaian yang bertujuan untuk mengetahui apa yang sudah diketahui dan dapat dilakukan siswa untuk menginformasikan pengajaran berikutnya penting agar pengajaran menjadi tepat waktu dan relevan dengan kapasitas setiap siswa saat ini untuk menyusun dan merestrukturisasi pengetahuan. Guru menggunakan penilaian untuk memahami pengalaman dan pemahaman siswa sebelumnya dan bagaimana mereka secara pribadi membangun topik atau subjek dalam pikiran mereka.
Piaget berpendapat bahwa eksplorasi dan penemuan independen penting pada semua tahap perkembangan kognitif dalam memungkinkan siswa untuk mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sesuai dengan pemahaman perkembangan mereka saat ini. Siswa pada tahap operasi konkret memerlukan kesempatan untuk belajar langsung, bereksperimen, dan menguji objek untuk membangun konsep, serta kemudian bekerja dengan proposisi verbal. Siswa pada tahap operasi formal mendapat manfaat dari proyek terbuka di mana mereka dapat mengeksplorasi kemungkinan dan penalaran hipotetis.
Teori Piaget juga dikaitkan dengan konsep 'pembelajaran penemuan' di mana siswa diundang untuk mengeksplorasi berbagai aktivitas dan pengalaman yang direncanakan dengan saksama yang dirancang untuk membantu mereka mewujudkan pengamatan dan ide-ide utama. Penting untuk dicatat bahwa, meskipun Piaget berpikir bahwa siswa dapat menemukan beberapa hal sendiri, sebagian besar waktu perkembangan mereka memerlukan refleksi dan membuat hubungan untuk membangun pengetahuan. Dengan kata lain, penataan penemuan siswa oleh guru adalah penting
BAB III
Aplikasi Teori Belajar Kognitif dalam Pendidikan
Dalam pendekatan pembelajaran kognitif, siswa mengedepankan tiga tahapan yaitu asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Â Â Dalam asimilasi, siswa menyatu dengan lingkungannya; Â Â akomodasi menunjukkan kemampuannya beradaptasi terhadap rangsangan baru; Â Â Sedangkan keseimbangan menunjukkan adanya fokus yang disengaja dalam pembelajaran. Â Tahapan tersebut disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, yaitu: enaktif, ekonomi, dan simbolik. Â Â Teori kognisi menekankan pada pemahaman struktur kognitif siswa agar dapat merancang pembelajaran PAI secara efektif dan sesuai dengan kemampuannya. Â Â Kurikulum PAI disusun secara terstruktur, mulai dari materi sederhana hingga materi canggih.
Penekanan teknik mengajar tidak hanya pada hafalan saja, namun pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Â Â Pada gilirannya, pemahaman akan memudahkan menghafal bagi siswa. Â Cerita bergambar berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran yang meningkatkan kemampuan siswa SD dalam memahami materi PAI. Â Â Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika siswa berinteraksi dengan materi pembelajaran, mereka menjadi lebih efisien dalam memahami dan menjadi mahir dalam materi pelajaran.
3.1. Strategi Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif dalam Pendidikan
Belajar aktif. Guru sekolah menengah yang melibatkan siswa melalui pembelajaran aktif di kelas mereka dapat lebih memahami praktik pengajaran ini dengan mengkaji teori dan strategi yang mendasari perspektif kognitif psikologi pendidikan, yang membahas pengembangan pengetahuan dalam pikiran individu. Dua penjelasan teoretis, konstruktivisme psikologis dan pemrosesan informasi, mendorong pembelajaran sebagai proses konstruktif yang dapat dibantu dengan strategi seperti mengaktifkan pengetahuan sebelumnya, memotong, mengelaborasi, dan menggunakan skema. Guru sekolah menengah dapat menggunakan strategi pembelajaran aktif kognitif ini dalam pengajaran di kelas atau memasukkannya ke dalam tugas di luar kelas untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran mereka.
Scaffolding. Scaffolding Vygotsky adalah metode pengajaran yang membantu peserta didik memahami konten pendidikan dengan bekerja sama dengan seorang pendidik atau seseorang yang memiliki pemahaman lebih baik terhadap materi. Konsep tersebut menyatakan siswa belajar lebih banyak ketika bekerja dengan orang yang memiliki cakupan pengetahuan lebih luas dibandingkan siswa yang mempelajari kontennya. Pendidik atau siswa mengajar siswa menyusun materi dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga siswa dapat memperluas pemahaman mereka tentang materi lebih dari yang mereka bisa lakukan sendiri.
Perancah Vygotsky dimulai ketika ahli teori lain menerapkan teorinya, yang disebut zona perkembangan proksimal (ZPD) di kelas. ZPD berkonsentrasi pada apa yang dapat dilakukan pembelajar sendiri versus apa yang dapat mereka lakukan dengan bantuan orang lain. Anda dapat memvisualisasikan ZPD sebagai rangkaian tiga lingkaran konsentris. Lingkaran terkecil mewakili apa yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa. Lingkaran yang mengelilingi lingkaran yang lebih kecil menggambarkan keterampilan yang dapat dilakukan siswa dengan bantuan seorang pendidik. Lingkaran terbesar melambangkan keterampilan yang belum dapat dilakukan siswa, meskipun dengan bantuan orang lain.
Praktek Metakognitif. Strategi metakognitif mengacu pada teknik yang membantu individu memahami dan mengelola proses belajar mereka sendiri. Strategi ini melibatkan dua komponen utama: pengetahuan metakognitif dan regulasi metakognitif. Pengetahuan metakognitif mencakup kesadaran akan proses kognitif seseorang, seperti memahami strategi apa yang paling cocok untuk berbagai tugas. Regulasi metakognitif melibatkan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan belajar seseorang. Dengan menggunakan strategi metakognitif, peserta didik dapat menetapkan tujuan yang jelas, menilai kemajuan mereka, dan menyesuaikan pendekatan mereka untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran. Strategi-strategi ini penting untuk mengembangkan pembelajar yang mandiri, reflektif, dan adaptif.
Metakognisi memainkan peran penting dalam meningkatkan pembelajaran dan keberhasilan akademik. Ini melibatkan kesadaran dan pengendalian proses kognitif seseorang, yang mengarah pada pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Ketika siswa mengembangkan keterampilan metakognitif, mereka dapat merencanakan aktivitas belajar mereka dengan lebih baik, memantau kemajuan mereka, dan membuat penyesuaian yang diperlukan untuk meningkatkan hasil. Pengaturan mandiri ini menumbuhkan pembelajaran mandiri, memungkinkan siswa mengatasi masalah kompleks, beradaptasi dengan tantangan baru, dan menerapkan pengetahuan dalam berbagai konteks. Pada akhirnya, metakognisi memberdayakan siswa untuk mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka, yang mengarah pada peningkatan kinerja akademik dan keterampilan belajar seumur hidup.
Penggunaan Teknologi. Pemanfaatan teknologi telah mengubah metode pembelajaran dari yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada peserta didik. Guru harus menjadi fasilitator dan harus membimbing pembelajaran peserta didiknya proses dan perubahan ini sangat berguna bagi peserta didik untuk meningkatkan pembelajarannya (Riasati, Allahyar, & Tan, 2012). Gillespie (2006) mengatakan bahwa penggunaan teknologi meningkatkan kerja sama peserta didik dalam tugas belajar. Dan tentunya sangat membantu mereka dalam mengumpulkan informasi dan berinteraksi dengan sumber daya seperti video dan lainnya.
Dengan memanfaatkan teknologi di dalam kelas, baik guru maupun siswa dapat mengembangkannya banyak keterampilan selama proses belajar mengajar mereka. Siswa dapat memperoleh keterampilan yang mereka butuhkan untuk sukses di masa depan. Pembelajaran modern adalah tentang berkolaborasi dengan orang lain, memecahkan masalah yang kompleks, berpikir kritis, mengembangkan berbagai bentuk komunikasi dan keterampilan kepemimpinan, dan meningkatkan motivasi dan produktivitas. Terlebih lagi, teknologi dapat membantu mengembangkan banyak keterampilan praktis, termasuk membuat presentasi, belajar membedakandapat diandalkan dari sumber yang tidak dapat diandalkan di Internet, menjaga etika online yang benar, dan menulis email. Ini adalah keterampilan yang sangat penting yang dapat dikembangkan di kelas.
Kolaborasi melibatkan siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, memecahkan masalah, atau menyelesaikan tugas. Upaya kooperatif ini sering kali mencakup proyek kelompok, bimbingan sejawat, dan aktivitas pembelajaran kolaboratif. Aspek kunci dari kolaborasi adalah tanggung jawab bersama, dimana siswa secara kolektif berkontribusi terhadap tugas dan sama-sama bertanggung jawab atas hasilnya. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan rasa memiliki tetapi juga mendorong partisipasi aktif.
Kolaborasi dan Interaksi Sosial. Kolaborasi membantu siswa mengembangkan keterampilan seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi, dan manajemen waktu. Pemaparan terhadap beragam perspektif dalam suatu kelompok memperkaya pengalaman belajar, memungkinkan siswa untuk menghargai dan mengintegrasikan sudut pandang budaya atau intelektual yang berbeda. Teknologi semakin memperluas cakupan kolaborasi, dengan platform seperti Google Workspace, Microsoft Teams, dan Trello yang memungkinkan kerja tim virtual. Alat-alat ini juga membuka pintu bagi kolaborasi global, menghubungkan siswa dari berbagai wilayah dan latar belakang.
Guru memainkan peran penting dalam membina kolaborasi. Mereka merancang tugas-tugas yang memerlukan saling ketergantungan, membimbing siswa melewati tantangan, dan menciptakan lingkungan di mana setiap suara dihargai.
Interaksi sosial adalah pertukaran ide, emosi, dan informasi antara siswa dan guru, yang memainkan peran penting dalam membentuk hasil pembelajaran dan pertumbuhan pribadi. Interaksi membangun keterampilan sosial yang penting seperti empati, mendengarkan secara aktif, dan resolusi konflik, mempersiapkan siswa untuk lingkungan kolaboratif dan profesional. Diskusi dan debat teman sejawat semakin meningkatkan pembelajaran dengan mendorong siswa untuk memperjelas dan mengartikulasikan pemahaman mereka.
Di ruang kelas, interaksi sosial mendorong inklusivitas, menyatukan siswa dari berbagai latar belakang dan mendorong partisipasi semua orang, termasuk pelajar yang terpinggirkan atau introvert. Hal ini sejalan dengan teori pendidikan seperti Zona Perkembangan Proksimal Vygotsky, yang menekankan pembelajaran melalui interaksi terbimbing. Kegiatan seperti diskusi kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah kolaboratif menumbuhkan suasana kelas yang dinamis.
3.2. Manfaat Penerapan Teori Belajar Kognitif
Teori pembelajaran kognitif menekankan peran proses mental seperti berpikir, memori, pemecahan masalah, dan pemahaman dalam belajar. Ini mengalihkan fokus dari hafalan ke pemahaman yang lebih dalam, memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan yang mendukung pembelajaran seumur hidup. Penerapan teori ini dalam pendidikan menawarkan banyak manfaat baik bagi siswa maupun guru.
Penerapan teori pembelajaran kognitif dalam pendidikan mengubah pengalaman belajar dengan berfokus pada pemahaman, berpikir kritis, dan keterlibatan aktif. Dengan memperhatikan aspek intelektual dan emosional dalam pembelajaran, pendekatan ini memberdayakan siswa untuk menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat yang dilengkapi dengan alat untuk berhasil dalam dunia yang terus berubah. Guru juga mendapat manfaat dari pendekatan ini karena mereka dapat menciptakan pengalaman pendidikan yang lebih efektif dan bermakna yang disesuaikan dengan kebutuhan siswanya.
3.3. Contoh Penerapan Praktis
Pendidikan dasar meletakkan dasar pembelajaran seumur hidup dengan memperkenalkan siswa pada konsep dasar, keterampilan, dan kebiasaan yang akan membentuk pertumbuhan akademis dan pribadi mereka. Penerapan praktis teori dan metode pendidikan di ruang kelas dasar memastikan bahwa pembelajaran menarik, bermakna, dan selaras dengan pengalaman dunia nyata. Berikut beberapa contoh aplikasi praktis yang biasa digunakan dalam pendidikan dasar:
- pembelajaran berbasis proyek;
- kegiatan pembelajaran langsung;
- bercerita interaktif dan bermain peran;
- integrasi teknologi;
- kegiatan belajar kolaboratif dan lain-lain.
Pendidikan menengah menjembatani pembelajaran dasar dari tahun-tahun sebelumnya dengan pengetahuan yang lebih terspesialisasi dan maju, mempersiapkan siswa untuk pendidikan tinggi, karir, dan kewarganegaraan yang bertanggung jawab. Penerapan praktis dalam pendidikan menengah memastikan bahwa pembelajaran tetap menarik, relevan, dan terhubung erat dengan pengalaman dunia nyata. Berikut adalah contoh bagaimana teori dan metode pendidikan diterapkan di kelas menengah:
- pembelajaran berbasis proyek (PBL);
- integrasi teknologi;
- proyek lintas kurikuler;
- pembelajaran kolaboratif;
- pembelajaran berorientasi karir;
- pengalaman dan pembelajaran di luar ruangan dan lain-lain.
Pendidikan tinggi berfokus pada membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi tingkat lanjut untuk unggul dalam bidang pilihan mereka dan memberikan kontribusi yang berarti kepada masyarakat. Penerapan praktis dalam pendidikan tinggi menjembatani kesenjangan antara pemahaman teoritis dan pengalaman dunia nyata, mempersiapkan siswa untuk kesuksesan profesional, akademik, dan pribadi. Berikut adalah contoh bagaimana metode praktis diintegrasikan ke dalam pendidikan tinggi:
- magang dan program kerjasama;
- proyek penelitian;
- pembelajaran layanan dan keterlibatan masyarakat;
- proyek batu penjuru;
- pembelajaran berbasis kasus;
- belajar di luar negeri dan program pendalaman budaya;
- program kewirausahaan dan inovasi dan lain-lain.
BAB IV
KESIMPULAN
Teori pembelajaran kognitif memberikan kerangka yang kuat untuk memahami bagaimana individu memperoleh, memproses, dan menerapkan pengetahuan. Dengan berfokus pada proses mental seperti memori, penalaran, dan pemecahan masalah, teori ini menekankan keterlibatan aktif, pembelajaran bermakna, dan hubungan antara pengetahuan sebelumnya dengan pengalaman baru. Prinsip-prinsip ini telah menjadi dasar dalam membentuk praktik pendidikan yang efektif, terutama melalui strategi seperti scaffolding, pembelajaran aktif, dan pengembangan metakognitif.
Kontribusi Jean Piaget terhadap teori pembelajaran kognitif, khususnya tahap-tahap perkembangan kognitifnya, menyoroti pentingnya menyesuaikan pendekatan pendidikan dengan kesiapan perkembangan peserta didik. Penekanannya pada perkembangan dari pemikiran konkret ke abstrak menunjukkan perlunya instruksi yang sesuai dengan tahap perkembangan. Dalam dunia pendidikan, teori Piaget telah menginspirasi desain kurikulum dan metode pengajaran yang memprioritaskan eksplorasi, penemuan, dan pemikiran kritis.
Secara keseluruhan, teori pembelajaran kognitif dan wawasan Piaget menjadi dasar penting bagi pendidikan modern, menciptakan lingkungan di mana peserta didik secara aktif membangun pemahaman mereka. Dengan mengintegrasikan teori-teori ini, pendidik dapat mendorong pembelajaran yang lebih mendalam, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, dan mempersiapkan siswa untuk pertumbuhan intelektual sepanjang hayat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jurnal Ilmiah Kanderang TingangISSN 2087-166X(printed)Vol.11 No.1Januari-Juni 2020ISSN 2721-012X (online)FKIP Universitas Palangka Raya.
https://doi.org/10.37304/jikt.v11i1.88
2. https://theeducationhub.org.nz/piagets-theory-of-education/
3. The Effectiveness Of Jean Piaget's Cognitive Theory On The Cognitive Abilities Of Students In Indonesia Kardoyo, Lola Kurnia Pitaloka.
4. Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) LP2M IAIN Jember
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET DAN PROBLEMATIKANYA PADA
ANAK USIA SEKOLAH DASAR.
5. FO N D A T I A Jurnal PendidikanDasa
https://doi.org/10.36088/fondatia.v7i3.3920
6. Metacognitive Strategies in the Classroom Joaja Ajayi
7. JRIP: Jurnal Riset dan Inovasi Pembelajaran
THE USE OF TECHNOLOGY IN ENGLISH TEACHING & LEARNING PROCESS
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI