"Maaf Mas Arkan, Ratih mengganggu." Ucap ia dengan sopan.
Seketika melihat tingkah dari Ratih, hatiku berdebar kencang. Aku menutupi kekagumanku dengan tersenyum padanya, walau mungkin terlihat aneh.
"Loh Kakak? Itu kan baju kesayangan Kak Arkan?" tanya Rahmat memecahkan pandanganku pada Ratih.
Alangkah terkejutnya diriku bagaikan tersambar petir dan gemuruh halilintar, baju yang kusetrika telah hangus dan membuat salah satu baju kesayanganku bolong. Dengan lekas aku mencopot kabel setrika dari listrik.
Entah apa perasaan yang aku luapkan. Mungkin apabila tidak ada Ratih dihadapanku, pasti tingkahku akan sangat tak karuan. Mungkin juga apabila dibayangkan seperti anak kecil yang diambil mainannya dan merengek, karena baju yang gosong itu adalah baju penuh kenangan. Tetapi ini lain, rasa tak karuan itu harus terpaksa disembunyikan, hanya karena seorang Ratih yang ada dihadapanku.
"Eh, hemp ini. Tidak apa-apa, ini sebagai corak baju, biar tambah keren." Jawabku sekananya.
"Yah Kak. Itu sih bukan tambah keren, tapi bajunya udah compang-camping." Jawab Rahmat.
Lagi-lagi aku salah tingkah dengan keberadaan Ratih dihadapanku.
Mengapa ini bisa terjadi? Mengapa?
"Mas, ini ada titipan dari Ibu. Syukuran ulang tahun." Potong Ratih dengan senyum yang lembut dan menawan.
"Siapa yang Ulang tahun, Mba Ratih?" tanya Rahmat.