"Kenapa Cocok?"
"Tampan dan cantik."
"Wah, kamu bisa saja."
"Bisa-bisa saja."
"Lalu Kak Arkan harus bagaimana?"
"Umur Kak Arkan dengan umur Mba Ratih sudah cukup untuk menikah, toh?"
"Jadi maksud Mamet, Kakak nikah dengan Mba Ratih?"
"Yoi, Kak."
Lekas aku menutupi wajah Rahmat dengan bantal yang berada di dekatku, dengan canda dan tawa. Walau tidak pantas dikatakan Rahmat, tetapi perkataan dia ada benarnya juga. Ya, suatu saat bila hati jatuh cinta pada sang Bunga Desa, aku akan melamarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H