"Siap..." kata si Vaso lagi.
"Ya sudah..." kata Soso. "Masih ada kurang lebih setengah jam sebelum jam istirahat habis. Di sini tersedia banyak sekali sastra Rusia. Jangan puisi lagi lah. Langsung aja novel biar diskusinya lebih seru!"
"Tapi bagaimana membacanya kalau novel, waktu kita kan tidak banyak..." tanya seorang anak.
"Membaca sebuah novel di sela-sela jam belajar, atau waktu istirahat, tak akan membuat kalian bodoh atau tertinggal..." kata Soso. "Aku saja tahun kemarin banyak membaca novel dan buku-buku lain. Tak ada masalah tuh, nilaiku baik-baik saja. Semester pertama nomor delapan seangkatan..." ia mulai menyombong.
"Yang susah itu bawa bukunya Kak, sekarang kan makin ketat..." kata satu anak yang lain.
"Begini saja..." kata Soso lagi. "Kalian pilih bukunya. Beli, atau pinjam dulu kalau nggak punya atau nggak bawa duit. Kumpulkan. Aku nanti yang akan membawanya ke dalam asrama. Jam sarapan pagi, aku akan membagikan buku-buku itu kepada kalian. Yang bukunya beli, boleh dikasih nama. Tapi yang pinjam, ingat-ingat saja, dan jaga jangan sampai rusak. Kalau rusak ya harus diganti..."
"Diskusinya nggak buru-buru kan?" tanya seorang anak yang lain.
Soso menggeleng, "Minggu depan lah. Aku tahu kalian perlu waktu untuk membacanya...."
Anak-anak itu mulai melihat-lihat koleksi buku di toko Pak Yedid. Beberapa ada yang bertanya, apakah Soso sudah membaca buku itu atau belum, apakah buku itu direkomendasikan Soso atau tidak. Mereka lalu menumpuknya.
Lumayan, kata Pak Yedid, ada tujuh orang yang membelinya. Dua berjanji akan membayarnya nanti, sisanya meminjam dulu. Tapi jumlahnya hanya tujuh belas. Satu anak tidak membeli dan tidak juga meminjam. Entah siapa. Soso tak terlalu peduli.
Anak-anak itu bubar, kembali ke sekolah.