Soso hanya mesam-mesem.
Ah, pengalaman pertamanya naik kereta ternyata menyenangkan, atau mungkin ia sedang beruntung duduk di sebelah cewek cakep. Apalagi Natasha ternyata punya pengetahuan yang lumayan terntang karya sastra, jadi nggak membosankan dan banyak bahan untuk dibahas. Ketika kereta berhenti cukup lama di Stasiun Kaspi untuk mengisi bahan bakar dan ini-itu, mereka turun untuk melemaskan badan sambil duduk mengobrol menikmati pemandangan di kota tua yang dikelilingi pegunungan karst itu.
Sayangnya, Kaspi adalah stasiun terakhir sebelum Gori. Soso harus segera bersiap untuk turun. Rasanya berat berpisah dengan cewek itu. Bukan karena kecantikannya saja, tapi juga wawasannya yang luas. Dua cewek yang dekat dengannya, entah itu Bonia maupun Irena, tak punya bahan obrolan sebanyak dan semenarik itu. Entah karena usianya yang lebih dewasa, atau memang orangnya memang cerdas dan berwawasan.
“Kapan kamu balik ke Tiflis?” tanya Natasha saat kereta sudah semakin dekat dengan Gori.
“Dua minggu lagi aku sudah di sana…” jawab Soso. “Kamu kapan?” ia balik bertanya.
“Aku hanya ke Tiflis sesekali, kalau ada urusan…” jawabnya. Dari tadi, Natasha selalu mengelak kalau ditanya urusannya itu. “Sehari-hari ya di Batumi… Kenapa?” tanya Natasha sambil mengerlingkan matanya yang coklat.
Soso nyengir, “Yaa nggak apa-apa, kali aja kita bisa ketemu dan ngobrol-ngobrol lagi…” jawabnya.
“Bukannya kamu seharian dikurung di asrama?” tanya Natasha.
“Nggak lah, ada waktu istirahatnya juga kali…” jawab Soso, “Jam tiga sampai jam lima aku istirahat, bisa keluar…”
“Memangnya kalau aku ke Tiflis, aku harus nungguin kamu di depan seminari gitu?”
“Yaa kali aja…” kata Soso penuh harap. “Eh, tapi jam istirahat aku sering nongkrong di toko buku dekat seminari, bukunya bagus-bagus… aku kenal baik pemiliknya. Jadi kalau kamu tanya, dia pasti kenal aku…”