“Yee, aku kan langsung balik ke Sveri, si Kaka dan Jaba kan juga balik ke Tskhinvali. Kita baru ke Gori lagi nanti kalau sudah mau balik ke sini, naik kereta lagi barengan…” kata si Gego lagi.
Seva segera menengahi, “Udah biarin aja Go, dia kan punya pacar di sini, barangkali mau senang-senang dulu… memangnya kau, jomblo…”
“Kau… elu juga kali…” kata si Gego sewot.
“Aku nggak jomblo, kalau mau aku bisa punya pacar. Aku sering dapat salam dari anak Rusia yang rumahnya di belakang gedung opera itu. Tapi aku kan sudah memutuskan untuk selibat[1]…” jawab Seva.
“Selibat gundulmu! Razia kemarin aja kau kedapatan punya buku porno, emangnya kuat mau selibat!” kata Gego sambil manyun.
Soso cuma cengar-cengir mendengar ocehan kawan-kawannya itu. Tapi putusannya sudah jelas, ia tak pulang bareng dengan mereka. Menyusul kemudian? Entahlah, ia juga tak terlalu yakin.
*****
Hari pertama libur, geng Goreli, tanpa Soso, bersukacita mudik naik kereta. Soso sendiri ‘pulang’ ke rumah Mak Imel dan Pak Sese seperti yang dikatakan pada teman-temannya. Dan juga seperti dugaan teman-temannya juga, ia memang beneran menemui Irena. Cukup lama ia tak mengunjungi gadis itu. Hari kedua libur, barulah Soso kepikiran untuk pulang ke Gori. Tiba-tiba saja ia kangen emaknya, sampe kebawa mimpi dan meminta Soso untuk pulang. Ya sudah, iapun mengambil uang simpanannya, pemberian dari Mak Keke dan Bonia itu, lalu berangkat untuk membeli tiket kereta dan membeli baju baru seperti permintaan Bonia, takutnya nanti ia ketemu di sana dan cewek itu menanyakannya. Sebelum itu, ia mampir ke tempat Pak Yedid untuk pamitan.
“Kapan kau akan traktir?” tanya Pak Yedid.
Soso baru inget, kalau ia belum mengambil honor puisinya di majalah Iveria. Lumayan juga kali, untuk nambah-nambah jajan di jalan atau beli oleh-oleh.
“Tenang Pak, kutraktir sekarang…” kata Soso. Ia nggak bilang kalau ia belum mengambilnya, tapi untungnya, ia lagi megang duit. “Kita makan mtsvadi[2] di warung sana!” kata Soso.