Soso mengangguk, “Iya Mbak…”
Ia tertawa, “Jangan panggil Mbak dong, aku Natalia Kirtava, panggil aja Natasha…” katanya sambil menyodorkan tangannya. Soso menerima uluran tangannya, lalu menyebutkan namanya.
“Joseph Djugashvili, panggil saja Soselo…” katanya. Ia mendadak suka dengan nama samaran untuk puisinya itu.
“Soselo… kirain Othello, orang Moor di cerita Shakespeare itu…” kata Natasha.
Soso tersenyum, “Baca juga ya?” tanyanya, kagum.
“Cuma tau aja. Males baca Shakespeare, kisahnya berakhir tragedi semua…” katanya.
“Tapi kan romantis…” kata Soso. “Justru karena selalu berujung tragedi orang terus mengingatnya dan berandai-andai, coba kalau Romeo ngopi dulu nggak langsung minum racun, coba Juliet bangun lebih cepat…, coba kalau…kan asyik…” katanya lagi. “Kalau kisahnya selalu happy ending kayak cerita-cerita H.C. Andersen, orang mungkin suka, tapi tidak berkesan. Baca, tamat, tidur, lupa….” lanjutnya.
Natasha tertawa, “Mmm mungkin juga sih, aku juga baca Romeo Juliet dan kepikiran terus…” katanya. “Kamu sekolah di mana? Calon adminstratur ya?”
Soso menggeleng, “Aku di seminari Tiflis…” jawabnya.
“Oooow… calon pendeta rupanya… kamu pake arkhalukhi sih, nggak pake podrjaznik, jadi nggak ketahuan…” katanya.
Soso tersenyum, “Masak mau liburan masih pake itu, malu lah. Kan masih siswa, belum jadi pendeta…” katanya.