Mohon tunggu...
Alip Riduan
Alip Riduan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 43222010024/ Universitas MercuBuana

NIM: 43222010024 Jurusan: Akuntnsi, Kampus : Universitas Mercu Buana. Dosen pengampu: Prof. Apollo Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Quiz - Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   15:16 Diperbarui: 15 Desember 2023   05:48 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelima, tindakan korupsi selalu melanggar norma-norma hukum dan etika yang berlaku, sehingga tergolong sebagai extra-legal activity atau illegal conduct. Dengan memahami karakteristik-karakteristik ini, upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan lebih efektif. Upaya represif melalui hukuman, juga harus dikombinasikan dengan upaya pencegahan dan penguatan integritas dari dalam aparat negara sendiri.

Korupsi di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Namun, korupsi baru menjadi fenomena meluas pasca kemerdekaan, khususnya pada masa Orde Baru di bawah rezim Soeharto selama 32 tahun.

Pada masa Orde Baru, korupsi sangat sistematis dan melibatkan keluarga Soeharto serta kroni-kroninya. Monopoli dan nepotisme menjadi lumrah demi memperkaya diri penguasa. Ditambah lagi minimnya transparansi dan akuntabilitas sektor publik yang memudahkan pejabat berbuat korupsi.

Kasus korupsi besar era Soeharto antara lain monopoli dan penyelewengan oleh yayasan-yayasan keluarganya, penggelapan dana Bulog, mark-up proyek PLTN dan pembebasan tanah Pertamina, serta berbagai suap pengadaan proyek oleh para kroni rezim Orde Baru.

Setelah runtuhnya Soeharto pada 1998, korupsi tetap saja berlangsung meskipun banyak pejabat telah ditangkap dan diadili. Pelaku korupsi kini tidak lagi terpusat di keluarga penguasa, tapi sudah menyebar ke partai politik dan lintas kementerian serta daerah. Kasus Bank Century dan korupsi pengadaan e-KTP serta alutsista di era reformasi contoh korupsi sistemik itu.

Jadi sejarah korupsi di Indonesia sudah berlangsung lama dan akarnya sudah menyebar serta menggerogoti sendi-sendi birokrasi. Pemberantasan korupsi di Indonesia memerlukan upaya yang sistematis, masif dan berkelanjutan, bukan sekadar menghukum pelaku korupsi. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih juga mutlak diperlukan.

Peningkatan kasus korupsi dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa praktik korupsi semakin mengakar dan sistemik di Indonesia. Beberapa faktor utama yang menyebabkan hal tersebut adalah:

Pertama, lemahnya penegakan hukum dan rendahnya efek jera. Banyak kasus korupsi yang tidak terdeteksi apalagi dihukum semestinya. Pejabat cenderung merasa kebal hukum dan berani menyalahgunakan wewenangnya untuk korupsi.

Kedua, transparansi dan akuntabilitas sektor publik yang masih lemah. Hal ini memudahkan pejabat melakukan korupsi karena minim pengawasan. Sistem birokrasi dan anggaran negara yang rumit juga memungkinkan celah korupsi.

Ketiga, budaya patronase dan nepotisme yang membuat pejabat memanfaatkan jabatannya untuk menguntungkan keluarga, kerabat dan kroni politiknya. Praktik KKN sudah mendarah daging dalam birokrasi Indonesia.

Keempat, rendahnya gaji aparat negara sehingga mendorong pegawai mencari penghasilan tambahan melalui korupsi. Kondisi ekonomi yang kurang baik juga memotivasi koruptor mencari keuntungan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun