Memastikan saya tidak batal puasa saja sudah sulit. Lha ini saya juga diminta menjaga dan memastikan supaya bocah itu gak batal puasa.
Saya juga kudu jadi contoh yang baik kalau begitu ceritanya. Menjadi orang yang sabar, tidak pemarah, dan tidak mesuhan. Bagi orang kayak saya, itu sulit luar biasa.
Menurut saya, yang membuat mendidik menjadi istimewa dan bernilai pahala adalah kita sering berjumpa dengan momen-momen ngehek diluar kepala.
Misalnya saja, di kegiatan itu, saya terpaksa bangun dari tidur jam dua pagi, karena mendengar suara tangisan dari bocah yang kebelet boker tapi takut ke WC.
Mata saya merah, nyawa saya belum kumpul, tapi harus dengan penuh senyuman menonton dan mengawasi bocah itu anteng duduk di WC. Aseli, kalau diingat-ingat lagi mukak saya sebelas-dua belas sama zombie.
Bahkan saya hari itu menemukan kondisi dimana saat sedang asyik menjelaskan, ada bocah yang tidak mendengarkan dan malah dengan khidmat berbicara dengan pensil dan penghapus.
***
Sebenarnya, mengajar--siapapun subjeknya--itu sulit. Berkuliah di fakultas pendidikan membuka mata saya bahwa menjadi guru itu pekerjaan mulia. Itu karena gak semua orang tahan berhadapan dengan orang lain. Perlu kesabaran dan teknik yang mapan.
Kalaupun ada guru yang ngajarnya bikin bingung, khilaf menampar atau mencubit Anda, bagi saya itu cuman persoalan jam terbang dan peristiwa sial saja. Karena percayalah, siswa kita memang susah ditebak kelakuannya. Sekolah juga hutan rimba yang liar tapi punya aturan main yang tak boleh dilanggar.
Menjadi guru bagi saya adalah sebuah pekerjaan berat. Tugasnya melakukan pengorbanan untuk membentuk ekosistem hutan rimba. Ada singa, ada macan, ada orangutan. Tugas guru adalah memastikan mereka semua dapat makan dan bisa hidup sejahtera berdampingan.