Saya sangat kewalahan dibuatnya. Bawaanya melulu emosi. Untungnya saya juga gak sampai batal puasa. Mungkin kalau hari itu saya di gaji, saya akan menuntut gaji yang sepadan dengan satu unit mobil beserta CD orisinilnya Raisa di dalamnya.
Setidaknya ini hal dasar yang perlu diketahui oleh pengajar pemula macam saya. Memperlakukan anak-anak tentu beda dengan orang dewasa. Ketika anak lari-larian saat KBM berlangsung, memarahi mereka bukan solusi.
Mereka yang masih bocah bila di hukum terlalu keras akan mengalami trauma psikologis yang biasanya membekas.
Ini artinya, pendekatan psikologi jadi penting dan gak boleh dinomor duakan. Percayalah, sekalipun anda gak jadi guru, anda akan tetap menemui fase ini saat punya anak.
Kedua, anak-anak menuntut pengajar untuk senantiasa kreatif. Hari itu bahkan saya sampai riset di internet bagaimana cara mengajar anak-anak.
Karena mereka mudah bosan, setiap materi berlangsung, saya pasti selingi dengan hiburan-hiburan dan metode yang beragam.
Dalam melakukan pembelajaran, pengajar dituntut untuk selalu menemukan metode mengajar mana yang cocok dan tidak membosankan agar transfer ilmu tetap berjalan. Tidak kaku dan kudu luwes. Ini yang kadang sering terjadi.
Beberapa dari pengajar kita, kadang justru memaksakan metode mengajar mereka di situasi siswa yang belum tentu sama. Bagi mereka mungkin itu jadi ciri khas.
Tapi buat siswa, itu berbahaya. Karena ya mana bisa kita memancing ikan laut dengan umpan kolam air tawar? Beda medan, ya beda perlakuan.
Ketiga, ketika sudah berhadapan dengan anak-anak, banyak hal diluar kepala akan terjadi. Ini yang paling bikin saya ngeh bahwa menjadi orangtua itu sulit.
Hari itu, selain mengajar, saya juga mendidik. Saya mengawal kegiatan bocah-bocah itu dari mulai bangun sahur sampai dengan berbuka, lalu tidur.