Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Serial Noval] Anyer, Pelabuhan Terakhir Cintaku

21 Januari 2020   16:48 Diperbarui: 21 Januari 2020   21:23 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana pagi di kantor pada Jumat terakhir 2019

"Bapak serius neh gak mo ambil cuti akhir tahun?" 

Rahma, sekretaris terbaik yang kumiliki saat ini, bertanya sambil sibuk beberes aneka berkas yang ada di meja kerjanya. Dua hari lalu dia memang meminta izin padaku untuk ambil cuti selama sepekan.

"Mo ke mana?" tanyaku saat itu.

Sambil malu-malu kucing, Rahma pun menjawab, "Mo pergi honeymoon yang sempat tertunda, Pak."

Oh, God. Aku baru ingat. Sejak menikah tiga bulan lalu, Rahma sama sekali belum pernah ambil cuti sekadar untuk honeymoon--padahal dia berhak mendapatkannya. Dan saat kutanya, Rahma hanya menjawab, "Waktunya gak tepat, Pak. Kerjaan kantor lagi banyak-banyaknya. Selain itu saya perhatikan, Pak Noval tengah stres berat menghadapi proyeknya Mr. Chou. Jadi, mana tega saya tinggalkan bapak begitu saja."

Ya, Tuhan. Sebegitu perhatiannya sekretaris pribadiku ini. 

Dan kini, di saat aktivitas kantor tidak terlalu padat--kecuali menangani proyek The Perfect House ini tentu saja, maka dia pun bermaksud meminta izin cuti untuk honeymoon. Segera, tanpa pikir panjang izin pun kuberikan. Apalagi sekarang ini kan akhir tahun. Jadi, apa salahnya?

"Benaran Bapak gak tertarik buat ambil cuti akhir tahun?" Kembali Rahma bertanya hal yang sama. Membuatku gemas saja.

"Gak, Rahma sayang. Saya masih sibuk mengurus proyek The Perfect House ini. Lagian, saya kan baru aja ambil cuti kemarin. Masa udah mo cuti lagi? Bisa kena SP saya dari Mr. Philip."

Rahma hanya tersenyum menanggapi. Sambil memeriksa ulang laci-laci meja kerjanya, sekretaris berwajah manis itupun menawariku sesuatu.

"Pak, saya mo turun sebentar ke kantin. Bapak mo saya belikan apa?"

Sejenak pandanganku beralih ke arah perempuan berusia dua puluhan akhir itu. Akhir-akhir ini kulihat dia tampak bersemangat sekali. Mungkinkah efek akan pergi honeymoon dan menghabiskan libur akhir tahun bersama pasangan halal membuat aura perempuan ini kian bersinar?

"Terserah kamu aja deh. Tapi saran saya seh, daripada kamu capek-capek ke kantin bawah, mending pesan ok-food aja."

"Ah, gak capek kok, Pak. Malah saya sengaja turun ke bawah, biar bisa muterin kantor dulu. Entar kan saya gak lihat kantor selama sepekan. Hehehe."

Ampun deh. Tapi, itulah perempuan. Mau cuti saja, masih sempatnya berkeliling kantor sekadar untuk melihat-lihat isi kantor sebelum kelak meninggalkannya selama sepekan.

"Ya, sudah. Kalo itu emang maunya kamu," putusku akhirnya. Dan kembali memfokuskan diri pada disain proyek The Perfect House. 

***

Usai melaksanakan sholat Jumat di mesjid yang jaraknya tak begitu jauh dari kantor.

Tulalit tulalit...

Sebuah pesan WA masuk ke gawaiku.

Assalamualaikum, Aa Noval. Lagi ngapain neh? Masih sibuk kerja ya?"

Melihat siapa pengirimnya, entah kenapa jantungku mendadak berdetak lebih cepat. Segera saja aku duduk di koridor mesjid dan membalas chat tersebut.

Alhamdulillah, baik. Iya neh, masih sibuk gawe. Maklumlah, namanya juga kuli.

Idih, ngerendah euy. Emang gak ada libur akhir tahun ya, A? 

Gadis itu. Ah, sudah berapa lamakah aku meninggalkan Karawang? Kenapa rindu itu mendobrak-dobrak hatiku?

Diiih... Cuma dibaca aja WA-nya Vio. Ya, udah deh. Aa lagi sibuk banget kayana. Maaf ya, A, kalo Vio udah ganggu Aa.

Eh, eh. Kok dia malah minta maaf sih?

Eh, sori sori. Kamu sama sekali gak ganggu koq. Aku baru aja keluar mesjid, abis jumatan. Ada yang bisa aku bantu, Putri Duyung?

Saha yang Putri Duyung, A?

Oh, itu. Aku ketemu dia di pantai Sedari. Waktu itu dia abis menyelam, masih mengenakan baju selamnya malah. Trus sambil nangis-nangis dia itu nyariin kucing bandelnya yang hilang di pantai.

Sambil menulis chat barusan, tiba-tiba saja pikiranku teringat pada kejadian di Pantai Sedari. Hahaha, mendadak aku jadi ingin tertawa ngakak mengingat semua kejadian lucu itu.

Wkwkwk... Itu Vio ya? Maaf deh, A. Btw, Vio dari tanggal 29 Desember s/d 1 Januari ada jadwal mengawal adek2 dari klub perahu layar Karawang ke Pantai Anyer, Banten. Rencananya seh mo latihan gabungan dengan klub Banten. 

Deg! Entah kenapa jantungku makin kencang saja detakannya. Mungkinkah?

Iya, trus kenapa, Neng? Vio mo mampir ke kontrakanku sebelum ke Anyer?

Bukan, bukan. Vio bukannya mo mampir ke kontrakan Aa. Tapi...

Tapi apa?

Chattingan pun terhenti. Berkali-kali kulihat status Vio di layar kaca gawai 'sedang menulis...' tapi kok nggak selesai-selesai ya? Panjangkah yang hendak ditulisnya? Atau...

Lama amat nulis chat-nya, Neng.

Akhirnya aku duluan yang kembali mengirimkan pesan WA.

Maaf, A. Vio malu ngomongnya. Anu... Hm... Aa mau gak main ke Anyer pas malam pergantian tahun? Eh, itu juga kalo A Noval gak sibuk. Kalo sibuk juga gpp. Jangan paksain, A. Ntar Vio yang gak enaknya.

Fuih! Si Putri Duyung mengajakku tahun baruan di Anyer? Mungkinkah ini akan menjadi awal yang baik dari hubungan kami selanjutnya? Ah. Aku tak berani bermimpi. Takut jatuh bila tak sesuai harapan.

Lha, sekarang giliran A Noval yang diam.

Gadis itu... Pintar juga membalikkan kata-kata. Ih.

Bukannya diam, Neng. Lagi mikir aja. Bisa gak ya aku libur dua hari aja? Secara kan aku udah ambil cuti dua minggu kemarin waktu ke Karawang.

Oh. Jangan dipaksain kalo gak bisa mah, A. Maaf pisan. Bukan maksud Vio ganggu A Noval.

Kalem weh atuh. Mo aku usahakan. Semoga bisa ya. Doakan aja. Ntar kalo emang aku bisa, aku hubungi Neng Vio lagi. Oke?

Okelah kalo begitu, A. Makasih ya. Maaf, udah ganggu Aa.

Dan chat via WA itupun berakhir di situ.

***

Tanggal 31 Desember 2019. Sore hari di ruangan kerja kantorku.

Kulihat dari balik jendela, awan mendung sudah menutupi langit Jakarta. Sejak tadi suara gledek terdengar sahut-sahutan. Kilat sesekali menyambar. Dan aku bimbang sejenak.

Siang tadi aku memang sudah menghubungi Vio dan berjanji akan mengunjunginya ke Anyer. Tiket travel pun telah kupesan jauh-jauh hari. Aku sengaja ambil libur selama dua hari saja. Karena sesungguhnya jatah cutiku telah habis. Dan demi melihat cuaca yang kurang bersahabat seperti ini, hatiku tiba-tiba saja menjadi resah. Pergi tidak, pergi tidak. Ah. Entah kenapa, firasatku mengatakan akan terjadi sesuatu yang buruk nanti malam.

Fuih. Di saat seperti ini, aku benar-benar butuh teman sharing. Biasanya, ada Rahma. Tapi kini Rahma tengah menikmati bulan madunya ke Bali dan kantor terasa sepi sekali. Sedangkan menghubungi pria romantis Hendra? Ah. Dia pun tengah mengambil cuti ke Jawa.

Ya, sudahlah. Lebih baik aku turun saja ke kantin bawah. Sekadar ngopi dan sedikit menenangkan jiwa yang tengah gundah gulana ini. Sekalian menunggu kedatangan mobil travel yang akan membawaku menuju Anyer.

***

Tepat pukul lima sore, mobil travel itupun akhirnya datang. Bergegas kutentang koper miniku menuju mobil yang parkir di pelataran base state kantor.

"Bawaannya ini aja, Pak?" tanya sang sopir.

"Iya. Ngapain bawa banyak-banyak. Lha, wong saya di sana cuma semalam aja. Besoknya udah harus kembali lagi ke kantor," jawabku seraya masuk ke mobil dan duduk sesuai dengan tempat duduk pesananku di bangku tengah ujung kanan.

Dan sudah kuduga. Jelang malam pergantian tahun, suasana jalanan ibukota tampak ramai dan macet. Meskipun hujan deras terus mengguyur sejak tadi, hal itu sama sekali tak menyurutkan aktivitas warga yang ingin menghabiskan malam tahun baru di berbagai tempat hiburan.

"Kalo hujannya terus-menerus seperti ini, bisa-bisa Jakarta bakal terendam banjir neh." Seorang penumpang di sebelahku memberikan komentar. Aku hanya menyimak saja.

"Ah, mo banjir aja masih banyak warga yang berkeliaran di luar rumah tuh." Orang yang duduk di belakangku kini yang berkomentar.

"Ya, sudah. Doakan aja semoga Jakarta gak banjir malam ini. Masa mo tahun baru, Jakarta udah kedatangan tamu tak diundang duluan?" putus seorang ibu yang duduk di depan sebelah sopir.

Aamiin. Aku akhirnya hanya bisa mengaminkan doa ibu tersebut tanpa mau terlibat dalam opini-opini yang bikin hati tak tenang.

***

Suasana malam pergantian tahun di Anyer pun tampak tak bergairah. Hujan deras yang mengguyur hampir merata di semua wilayah di Pulau Jawa, tampaknya membuat malam tahun baru 2020 ini sepi dari huru-hara di jalanan. Suara petasan dan kembang api tak semeriah tahun sebelumnya. Pun tak ada pesta barbeque di pantai yang selalu menjadi andalan.

Beberapa pengunjung hotel di seputaran Pantai Anyer bahkan dilanda kepanikan akut. Hujan deras yang tiada henti di sepanjang malam pergantian tahun membuat mereka was-was dan senantiasa waspada kalau-kalau akan terjadi bencana tsunami. Air laut yang pasang, ombak besar yang bergulung-gulung membuat tak ada seorangpun yang berani mendekati laut, kecuali kami. Ya, kami. Aku dan Vio. Pencinta laut itu malah menantangku menerobos hujan menuju pantai.

"Hayu, A Noval berani gak? Masa takut ama air hujan?" Begitu tantangnya.

Awalnya aku sempat keder. Tapi akhirnya, aku pun berani menyanggupinya.

"Oke, siapa takut."

Kami pun berkejar-kejaran di sepanjang bibir pantai. Ombak besar yang menggulung-gulung sama sekali tak kami hiraukan. Hujan deras yang masih terus turun malah membuat kami kalap. Ya, kami baru saja memproklamasikan sebuah hubungan baru. Entah siapa yang mulai. Hingga akhirnya kami berdua sepakat akan mengawali tahun baru ini dengan sebuah hubungan baru yang serius.

"Neng serius mau menerima Aa sebagai kekasih Neng?" tanyaku masih sangsi. Sebuah anggukan yang tadi kulihat seolah kurang meyakinkan. Makanya aku bertanya ulang.

Si Putri Duyung Violet rupanya gemas mendengar pertanyaanku. Dengan suara lantang dia akhirnya berkata, "Yes, I'll be your girl, Honey."

Di akhir drama percintaan ini, Vio pun mengajakku berlarian ke pantai. Makin ke dalam, ke dalam, hingga akhirnya ombak besar menggulung kami berdua ke tengah lautan yang tak tampak lagi dari bibir pantai. Dan... oh, yes. Anyer menjadi pelabuhan terakhir cintaku untuk selama-lamanya.

***

-Finish-

Sebenarnya episode ini udah dibikin draft-nya dari akhir tahun lalu. Tapi belum rampung-rampung juga en keburu hilang mood. Dan biar tak didatangi oleh tokoh dari serial ini, terpaksa deh aku tamatkan saja. Maafkan. Molor sebulan akhirnya. Hiks. 🙏😁

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun