Fazlur Rahman menyarankan bahwa pada menafsirkan hadis, pendekatan historis-sosiologis bisa dipakai menggunakan mengikuti langkah-langkah berikut: Â pertama, tahu teks hadis; kedua, menyelidiki latar belakang yg berkaitan menggunakan situasi Nabi dalam masa itu; ketiga, merujuk dalam petunjuk Al-Qur'an yg relevan, lantaran pemaknaan hadis nir terlepas berdasarkan konteks sejarah & Al-Qur'an; & keempat, merumuskan pulang aturan yg ditetapkan.
Dalam kesimpulannya, Fazlur Rahman mengidentifikasi 3 pengertian sunnah.
- Pertama, konduite Nabi, sinkron menggunakan pandangan lebih banyak didominasi ulama hadis, yg meliputi perkataan, perbuatan, & taqrir (persetujuan).
- Kedua, kandungan aktual berdasarkan konduite setiap generasi selesainya Nabi yg meneladani hadis beliau.
- Ketiga, beberapa kebiasaan utama mudah yg bisa disimpulkan berdasarkan suatu sunnah.
Dari Zaman Jahiliah hingga zaman Nabi, budak  yang melahirkan anak, atau  dikenal dengan ``umm al-walad,'' memiliki status yang dapat dijual, dibeli, dipindahtangankan, dan bahkan diwariskan setelah meninggal pemiliknya saat itu, pertanyaan mengenai status mereka kurang menonjol namun, dengan dimulainya masa pemerintahan Khalifah Umar, insiden yang berkaitan dengan Ummu al-Walad semakin meningkat, dan Umar memutuskan untuk melarang kegiatan jual beli terhadap mereka. Umar berpendapat bahwa  sebagai ibu yang melahirkan anak pemiliknya, maka Umm al-Warad harus bertanggung jawab kepada pemiliknya sampai  kematiannya dia juga membatasi hak-hak pemilik budak dan dengan berani melanggar Sunnah demi menjaga prinsip-prinsip Sunnah tetap hidup, kuat dan bertenaga.
Ada tiga tahapan dalam perkembangan hadis: informal, semi resmi, dan formal.
 Fazlur Rahman menjelaskan  hadis  muncul sejak  awal perkembangan Islam, ketika sanad (kumpulan cerita) belum ada. Pada masa Nabi, proses ini bersifat informal, dengan Nabi sendiri yang membimbing orang-orang dalam mengamalkannya. Sepeninggal Nabi SAW, pada masa Ikhwanul Muslimin, perkembangan hadis berpindah ke tahap semi formal.
Berikutnya adalah perubahan dari semi formal menjadi formal.
 Mengenai fungsi hadis khususnya dalam konteks Al-Qur'an.
1. Bayan Tafsir
- Mujmal Detailing : Ini adalah proses menjelaskan secara lebih rinci ayat-ayat Al-Qur'an yang  ringkas atau ayat-ayat yang memerlukan penjelasan tambahan.
- Misalnya saja mengenai kewajiban salat, penting untuk dijelaskan tata caranya dengan mengacu pada usulan lain yang relevan.
- Metakid Mutlak : Tingkat ini membatasi ketentuan mutlak Al-Qur'an, seperti hukum potong tangan  pencuri. Dalam hal ini,  nilai barang curian harus dibatasi untuk menghindari penerapan hukum yang sembarangan.
- Penunjukan Umum: Proses ini melibatkan spesialisasi atau pengecualian  ayat-ayat umum Al-Qur'an.
 Misalnya ada pasal yang menyatakan bahwa semua ahli waris berhak menerima harta warisan, namun ada pengecualian pada kalimat lain yang menyatakan bahwa mereka tidak dapat menerima harta warisan jika  terlibat  pembunuhan.
 2. Bayan Taqrir ( Hal ini memperkuat ketentuan Al Quran).
 Kewajiban berwudhu sebelum shalat.