Mohon tunggu...
Damara Puteri S
Damara Puteri S Mohon Tunggu... Penulis - Self healing by writing

Seorang ibu yang suka menulis sebagai sarana mencurahkan isi hati dan kepala.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Selamatkan Diri dari Jurang Quarter Life Crisis!

11 April 2022   15:51 Diperbarui: 13 April 2022   12:42 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), usia 17-25 tahun dikategorikan masa remaja akhir. Yeah, mungkin masa-masa remaja yang terkesan menyenangkan itu akan benar-benar berakhir pada golongan usia tersebut. Dapat disimpulkan di sini bahwa perempuan usia 20 tahun ke atas sudah memasuki masa remaja akhir.

Zaman nenek-kakek kita dulu, banyak perempuan yang sudah menikah bahkan ketika usianya masih belasan tahun. Sekitar usia 15 tahun ke atas, umumnya mereka sudah memiliki seorang anak.

Banyak dari mereka yang tidak mengenyam pendidikan, sebab kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung. Sehingga melalui pernikahan, perempuan pada saat itu dianggap telah menyelamatkan dirinya dari status "perawan tua" yang dimaknai negatif oleh masyarakat.

Selain itu, perempuan dianggap menyelamatkan keluarganya dari jerat kemiskinan. Karena biasanya, kebutuhan hidup keluarga ditanggung bersama. Bahkan, jika sang laki-laki berasal dari keluarga yang lebih mapan ekonominya, maka boleh jadi keluarga perempuan cenderung tertolong oleh keberadaan pihak laki-laki.

Sampai di sini, apakah sudah tahu arah tulisan ini? Ya. Kebiasaan tersebut masih terbawa hingga kini.

Di zaman IPTEK, ekonomi, dan demokrasi sudah lebih maju dibandingkan zaman nenek kakek kita dulu. Perempuan kini, masih saja diperlakukan sama layaknya perempuan pada zaman penjajahan dulu. Akhirnya, muncullah kebiasaan bertanya atau berpendapat yang bersifat curious tanpa ada niat untuk ikut turun tangan.

Pertanyaan-pertanyaan itu seperti, "Kapan menikah? Sudah bekerja dan berpenghasilan. Apalagi yang membuatmu menunda pernikahan?"

Saat yang ditanya sudah menikah, "Sudah isi belum? Kok sudah sekian bulan belum isi juga?"

Ketika yang ditanya sudah melahirkan anak pertama, muncullah pertanyaan berikutnya. Yang membuat saya bingung, justru ditanyakan pada si anak sulung, "Kapan kamu punya adik? Minta sama mama ya... Bikinin adik, ma. Gitu...". Bagaimana? Bising, bukan?

Belum lagi dengan ucapan yang bentuknya menggurui. "Kamu kan perempuan. Jangan ngejar karir terus. Nanti nggak ada yang mau sama kamu." Ketika sudah menikah, "Kalau sudah menikah, jangan nunda untuk punya anak ya. Nanti kebablasan akhirnya malah tidak dikasih lho!", begitu pertanyaan sejenis dan seterusnya.

Hal di atas masih bicara seputar pernikahan dan masalah membangun keluarga. Belum lagi masalah pekerjaan. Masalah penghasilan. Masalah kepemilikan harta benda material semacam rumah, kendaraan, gadget, dan sebagainya. Bahkan, hal yang berkenaan dengan penampilan pun tak luput untuk dipermasalahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun