Berdasarkan observasi awal pada PT. Multi Garmen Jaya ( Cardinal ) ditemukan berberapa masalah yang berhubungan dengan kedisiplinan kerja, masalah tersebut yakni masih kurangnya kesadaran beberapa karyawan tentang pentingnya disiplin kerja terhadap karyawan yang dapat menimbulkan kinerja karyawan yang kurang baik .Â
Masalah yang kedua yakni masih adanya keterlambatan para karyawan pada saat datang ke perusahaan padahal sudah ada jam yang di tentukan oleh perusahaan dengan adanya keterlambatan itu bisa menurunkan kinerja pada karyawan tersebut. Berikut adalah uraian singkat nya :
A. Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
      Pentingnya peran manusia dalam organisasi terletak pada kemampuan mereka untuk mencapai tujuan organisasi dengan baik. Oleh karena itu, ada tahap awal dalam proses pemilihan sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut para ahli, beberapa definisi manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut:
Kasmir mengatakan manajemen sumber daya manusia adalah proses perencanaan, rekrutmen, pelatihan, seleksi, pengembangan, kesehatan kerja, dan menjaga hubungan industrial yang dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan yang berpengaruh di suatu organisasi.
2.1.2 Analisis
Analisis melakukan banyak hal, untuk mengkategorikan kelompok tertentu dengan sengaja, proses termasuk diferensiasi, penguraian, dan pengurutan. Setelah itu, cari kaitannya dan jelaskan maksudnya. Komarudin berpendapat bahwa analisis adalah suatu kegiatan berpikir yaitu analisis adalah penguraian suatu poin penting dari berbagai bagiannya dan pemeriksaan terhadap bagian-bagian itu sendiri serta hubungannya antara setiap bagian untuk mendapatkan pemahaman yang benar dan memahami maknanya semua", sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "Analisis adalah penguraian suatu poin penting dari berbagai bagiannya dan pemeriksaan terhadap bagian-bagian itu sendiri" (2016:27).
Wiradi mengatakan bahwa analisis adalah suatu proses yang mencakup memilah, menganalisis, membedakan, mengklasifikasikan dan mengelompokkan objek menurut standar tertentu, dan kemudian mencari makna dan hubungan dari setiap objek.
Menurut pengertian analisis yang diberikan oleh Dwi Prastowo Darminto, analisis adalah memecah suatu topik bahasan menjadi bagian-bagiannya sendiri dan mempelajari bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan satu sama lain untuk mendapatkan pemahaman yang tepat dan memahami makna keseluruhan.
2.1.3 KedisplinanÂ
Disiplin, menurut Suharsimi Arikunto (1980:114), adalah ketaatan seseorang terhadap peraturan atau aturan karena ia didorong oleh kesadaran akan keberadaan batinnya dan tidak tunduk pada paksaan dari luar.
Disiplin didefinisikan sebagai perilaku dan disiplin untuk mengikuti aturan dan peraturan, atau perilaku yang diperoleh melalui pelatihan berkelanjutan, menurut Thomas Gordon (1996:3).
Menurut Thomas Gordon, yang dikutip dari Buku Panduan Layanan Konseling Kelompok Pendekatan Behavioral untuk Mengatasi Kedisiplinan Masuk Sekolah (2022) oleh Joko Sulistiyono, disiplin adalah perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan berulang.
Dalam bukunya yang berjudul Disiplin Kiat Menuju Sukses (1993), Soegeng Prijodarminto mengatakan disiplin adalah kondisi yang dibangun dan dibentuk melalui perilaku yang menunjukkan ketaatan, kepatuhan, keteraturan, atau ketertiban. Dia telah menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam perilakunya sepanjang hidupnya. Perilaku dipengaruhi oleh keluarga, pendidikan, dan pengalaman.
Keluarga, pendidikan, dan pengalaman, serta pengenalan contoh dari lingkungannya, membentuk perspektif dan perilaku seperti ini. Dididik akan membuatnya memahami dan membedakan tindakan yang seharusnya, wajib, dan dilarang.
Disiplin, menurut Anton M. Moeliono, mengacu pada tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama yang melibatkan banyak orang. Didisiplin adalah ketika seseorang dengan kesadaran mematuhi perintah atau larangan yang berlaku karena mereka tahu pentingnya.
Dilihat dari definisi para ahli di atas, disiplin dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dibangun dan dibentuk melalui serangkaian tindakan yang menunjukkan prinsip-prinsip ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban.
2.1.4 Kedisiplinan KerjaÂ
        Salah satu syarat seorang atasan atau lingkungan kerja adalah disiplin kerja, yang harus menekankan betapa pentingnya disiplin kerja untuk meningkatkan hasil kerja dan mengurangi ketidakpuasan karyawan. Selama waktu kerja, lakukan hal-hal yang tidak penting. Serangkaian aturan yang digunakan oleh manajemen di kantor untuk menemukan dan mengatasi masalah perilaku disebut disiplin tempat kerja. Disipilin adalah kumpulan aturan yang membantu dan mendorong karyawan untuk mengembangkan dan melaksanakan segala tugas sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya.
      Kecenderungan alamiah manusia yang terlalu peka terhadap kesulitan adalah dasar disiplin yang sukses. "Maka peraturan sangat diperlukan untuk menciptakan tata tertib yang baik dalam kantor tempat bekerja, sebab kedisiplinan suatu kantor atau tempat bekerja dikatakan baik jika sebagian pegawai menaati peraturan-peraturan yang ada", kata Sinambela (2019, p. 332).
Perilaku disiplin sangat penting bagi individu dan institusi karena membantu masyarakat memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam situasi tertentu. Disiplin mengatasi masalah atau keadaan hati yang dipikirkan pengasuh tentang hukum dan kegigihan pengasuh.
Farida dan Hartono (2016) menyatakan bahwa "disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya",
 Singodimedjo in Sutrisno (2019) , "disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma yang berlaku di sekitarnya, dan disiplin pegawai sangat mempengaruhi tujuan instansi".
Rizki dan Suprajang menyatakan dalam Hasibuan (2017) bahwa "Disiplin kerja mengacu pada penggunaan prinsip-prinsip manajemen operasional yang sangat penting bagi prestasi kerja pegawai, yang pasti akan semakin sulit beserta izin yang diberikan kepada mereka."
"Disiplin kerja memiliki beberapa komponen seperti kehadiran, ketaatan pada peraturan kerja, ketaatan pada standar kerja, tingkat kewaspadaan tinggi, dan etis kerja," kata Rivai dalam Rizki dan Suprajang (2017)
Menurut Agustini (2019:81). "Disiplin kerja juga merupakan kemauan dan kepatuhan untuk melakukan laku sesuai dengan peraturan yang ada di instansi yang bersangkutan."
Menurut Siswanto, "Maksud dan sasaran dari disiplin kerja adalah tercapainya beberapa tujuan"
1. Tujuan utama disiplin kerja adalah mencapai tingkat kemahiran yang sesuai.
2. Tujuan berpusat pada disiplin kerja sebagai berikut :
- Memastikan bahwa anggota staf memahami semua peraturan dan ketentuan
- Mampu melaksanakan tugas pekerjaan seefisien mungkin dan memberikan pelayanan terbaik
- Mampu menggunakan dan menangani barang dan prasarana kantor dengan baik Memiliki kemampuan untuk menangani stres yang terkait dengan pekerjaan tingkat tinggi.
Untuk mendisiplinkan seluruh staf sebuah organisasi adalah tugas yang sulit dan membutuhkan dukungan dari seluruh staf. Semua tindakan pendisiplinan harus dilakukan melalui pendidikan. Menurut Agustini (2019:94), ada tiga jenis disiplin kerja di dalam instansi:
1. Disiplin Preventif
Disiplin dimaksudkan untuk mencegah tindakan pegawai yang tidak pantas. Dalam langkah ini, karyawan didorong untuk mematuhi berbagai peraturan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Ini bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak menyenangkan dan bahkan kasar, dengan memberikan penjelasan tentang sikap, perilaku, dan pola perilaku yang diharapkan dari organisasi.Â
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemampuan karyawan untuk mengendalikan diri mereka sendiri. Kedisiplinan pegawai (disiplin preventif) bergantung pada seberapa disiplin pegawai dalam organisasi.Dalam hal ini, manajemen harus mempertimbangkan tiga hal berikut saat menerapkan disiplin pribadi:
A. Pegawai instansi perlu didorong untuk memikirkan secara logika karena seseorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya.
B. Berbagai peraturan yang harus dipatuhi dan standar yang harus dipenuhi perlu dijelaskan kepada karyawan. Penafsiran ini disertai dengan keterangan lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan normatif.
C. Karyawan didorong untuk menentukan pendekatan pengaturan mandiri mereka sendiri dalam kerangka peraturan yang berlaku secara umum bagi seluruh karyawan dalam organisasi.
2. Disiplin Korektif
Disiplin sebenarnya dimaksudkan untuk mencegah seorang pegawai melakukan pelanggaran sebelumnya. Jika karyawan benar-benar melanggar peraturan yang berlaku atau tidak memenuhi standar yang ditetapkan, mereka akan dikenakan tindakan disipliner. Tentu saja, tingkat sanksi yang diberikan akan disesuaikan dengan seberapa parah pelanggaran tersebut. mendisiplinkan dan memberikan sanksi secara bertahap kepada pegawai yang jelas melanggar peraturan atau tidak memenuhi standar.
Jika seorang pegawai dari unit kelompok kerja memiliki tugas yang jelas, telah mendengarkan masalah yang perlu ditulis, dan pimpinan telah mencoba membantu penyelaman secara baik, dan pimpinan telah memberikan kritikan yang bijak dalam menjalankan usahanya, tetapi seorang pegawai tersebut masih gagal memenuhi standar kriteria tata tertib, tetapi agak enggan, maka tindakan harus diambil untuk memaksakannya. Empat tahap sanksi korektif disebutkan oleh Sayles dan Strauss dalam Agustini yaitu peringatan lisan, peringatan tulisan, disiplin pemberhentian sementara, dan pemecatan.
3. Disiplin ProgresifÂ
Selain memberi pegawai kesempatan untuk melakukan perbaikan sebelum penerapan hukuman yang lebih berat, disiplin juga memungkinkan manajemen untuk memperbaiki kesalahan dengan memberikan hukuman yang lebih berat untuk pelanggaran yang berulang. Untuk mendisiplinkan karyawan ini, kegiatan harus positif dan tidak melemahkan semangat mereka untuk bekerja. Pendisiplinan harus mencakup pendidikan dan koreksi untuk mencegah individu melakukan kesalahan yang sama lagi.
2.1.4.1 Bentuk dan Jenis Pelaksanaan Sanksi Disiplin Kerja
Sanksi digunakan untuk menunjukkan seberapa bermanfaat pernyataan dalam Kode Ketenagakerjaan bagi karyawan. Sanksi juga diharapkan dapat mengajarkan karyawan bagaimana menjalankan bisnis dengan baik dan mematuhi peraturan kantor yang berlaku. Hanya pegawai yang tidak dapat mengendalikan diri, menolak, atau tidak mengikuti peraturan dan prosedur kantor akan ditindak disipliner.Â
Tujuan tindakan disipliner bukanlah untuk membuat pegawai merasa dirugikan. Semua pihak yang terlibat dalam organisasi pemerintah harus segera mengambil tindakan korektif dan preventif terhadap pelanggaran disiplin kerja karena berdampak langsung pada semangat kerja dan kualitas pelayanan pegawai.
Menurut Afandi (2016: 10), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disiplin karyawan: 1) Faktor Kepemimpinan 2) Faktor Sistem Penghargaan 3) Faktor Kompetensi 4) Faktor Penghargaan 5) Keadilan 6) Faktor Pengawasan Inheren 7) Hukuman dan Sanksi 8) Intensitas 9) Faktor Hubungan Manusia.
      Ada beberapa faktor menurut Singodimejo dan Dewi Harjoono ( 2019 ) sebagai berikut :
1. Tingkat Kompensasi
Tingkat kompensasi dapat memengaruhi bagaimana pegawai bekerja. Jika pekerja yakin mereka akan dibayar untuk kerja mereka untuk pemerintah, mereka akan mematuhi semua peraturan yang berlaku. Jika mereka menerima kompensasi yang sesuai, mereka akan dapat bekerja dengan tenang, berintegritas, dan selalu memberikan kinerja terbaik mereka. Namun, jika seorang karyawan merasa kompensasi yang mereka terima tidak memadai, mereka akan mempertimbangkan untuk meninggalkan pekerjaan.
2. Apakah model kepemimpinan perusahaan ada?Â
Kepemimpinan kuat sangat penting. Karena semua pekerja di lingkungan bisnis menyadari bagaimana manajer dapat mengontrol disiplin mereka dan bagaimana karyawan dapat mengontrol diri mereka sendiri dengan menghindari tindakan atau sikap yang dapat mengganggu aturan disiplin. Ini disebabkan oleh fakta bahwa kita tidak pernah tahu apakah kita memiliki kontrol atas situasi.
3. Apakah ada standar yang jelas yang berfungsi sebagai garis besar?Â
Tidak akan ada pengembangan disiplin di dalam organisasi jika tidak ada aturan tertulis yang jelas dan dapat digunakan sebagai pedoman umum. Jika aturan hanya bergantung pada instruksi lisan, disiplin tidak dapat ditegakkan dan dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi.
4. Keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan
Jika ada anggota staf yang melanggar disiplin. Pemimpin harus memiliki keberanian untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran tersebut. Semua karyawan akan merasa aman dan berkomitmen untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.
5. Tidak adanya pengawasan dari pimpinan
Pemimpin harus memantau setiap kegiatan organisasi untuk memastikan bahwa karyawan melakukan tugas mereka dengan benar dan sesuai rencana. Dengan pengawasan seperti ini, sedikit pegawai akan terbiasa dengan disiplin kerja.
6. Tidak memberikan perhatian yang cukup kepada stafÂ
Pegawai adalah individu yang berbeda. Seorang pegawai tidak hanya menerima kompensasi yang tinggi untuk pekerjaan yang menantang, tetapi mereka juga membutuhkan banyak perhatian dari bos mereka. Mereka ingin mendengarkan keluhan mereka dan mencari cara untuk menyelesaikannya.
2.1.4.2 Indikator Kedisiplinan KerjaÂ
Menurut Hasibuan dalam Khasanah (2016), ada lima indikator yang menunjukkan disiplin kerja karyawan yaitu tujuan dan kemampuan, teladan pemimpin, balas jasa, keadilan serta pengawasan.
Didefinisikan cukup untuk menilai kemampuan pekerja. Pekerjaan yang diberikan kepada seorang pekerja harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki mereka sehingga mereka dapat melakukannya dengan lebih disiplin dan sungguh-sungguh. Namun, dia tidak akan menerima pekerjaan yang di luar kemampuannya.
Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2019:94), beberapa indikator disiplin kerja adalah peraturan jam masuk, pulang, dan istirahat, peraturan dasar tentang berpakaian dan bertingkah laku di tempat kerja, peraturan tentang cara melakukan pekerjaan dan hubungan dengan unit kerja lain dan peraturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pegawai di tempat kerja.
Namun, menurut Rivai dalam Alfiah (2019), ada beberapa indikator disiplin kerja:
1. Kehadiran yang merupakan pengukur utama tingkat kedisiplinan, dan biasanya ditunjukkan oleh pegawai yang suka terlambat tiba di kantor.
2. Ketaatan pada peraturan kerja, yang menunjukkan bahwa pegawai mematuhi peraturan kerja dan selalu mengikuti prosedur yang berlaku di kantor.
3. Ketaatan pada standar kerja, yang menunjukkan seberapa besar tanggung jawab yang harus dipenuhi setiap pegawai.
2.1.5 Kinerja
Kinerja harus diperhatikan karena sangat penting. terlepas dari ukuran organisasi, semua manajemen baik publik maupun organisasi bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan oleh karyawan atau organisasi dalam bentuk apa pun. Kinerja dalam menjalankan fungsi tidak berdiri sendiri; itu selalu berkorelasi dengan kepuasan kerja dan tingkat penghargaan karyawan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan karakteristik individu.
Moeheriono (2012:95) mengatakan kinerja adalah tingkat pencapaian yang dicapai melalui pelaksanaan rencana kegiatan atau kebijakan untuk mencapai tujuan, sasaran, visi, dan misi organisasi, yang termasuk dalam rencana strategis organisasi.
2.1.5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KinerjaÂ
Bergantung pada kebijakan perusahaan, sebuah organisasi mungkin memiliki standar kerja yang berbeda. Semua orang memiliki pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang mempengaruhi kinerja. Menurut Prawirosento dalam Sutrisno (2016:9) faktor yang mempengaruhi kinerja sebagai berikut :
1. Efektivitas dan Efesiensi; 2. Otoritas dan Tanggung Jawab; 3. Displin; dan 4. Inisiatif
2.1.5.2 Dimensi yang Menunjang Kinerja
Kinerja adalah faktor lain yang dapat membantu pekerja mencapai tujuan organisasi. Dimensi ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tujuan yang akan diteliti. Secara efektif dapat mempercepat pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh organisasi. John Miner menyatakan empat cara untuk menggambarkan atau mencapai kinerja, dalam Fahmi (2017:134): 1. Kualitas, yang menunjukkan tingkat kesalahan, kerusakan, dan kecermatan; 2. Kuantitas, yang menunjukkan jumlah pekerjaan yang dilakukan; dan 3. Penggunaan waktu kerja, yang menunjukkan tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, dan waktu kerja efektif atau jam kerja yang hilang.
2.1.5.3 Indikator KinerjaÂ
Ada indikator kinerja dalam organisasi yang dapat digunakan untuk menilai seberapa baik karyawan bekerja di sana. Menurut Sedarmayanti (2014:198), "Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun kegiatan selesai dan berfungsi."
Pengelolaan sumber daya manusia menjadi prioritas utama pemerintah karena sangat penting untuk menjalankan pemerintahan yang akuntabel. Untuk mencapai peningkatan kinerja birokrasi, tentang aparatur sipil negara UU No. 5/2014, juga dikenal sebagai ASN, dijalankan berdasarkan prinsip profesionalisme, proporsional, akuntabel, serta efektif dan efisien.
Menurut penjelasan tersebut, ada empat indikator yang mempengaruhi kinerja pegawai:
1. Proporsional
2. Profesionalisme
3. Akuntabel
4. Efektif serta efesien.
Indikator kinerja biasanya melakukan tiga fungsi: 1. Menjelaskan apa, berapa, dan kapan kegiatan dilakukan; 2. Menciptakan konsesus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk mencegah interpretasi yang salah tentang kebijakan, program, atau kegiatan; dan 3. Memberikan informasi tentang apa yang harus dilakukan.
Menurut Sedarmayanti (2014:198), beberapa syarat indikator kinerja adalah sebagai berikut: 1) Spesifikasi dan jelas, sehingga mudah dipahami dan tidak ada kesalahan interpretasi. 2) Dapat diukur secara obyektif, baik kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih orang yang mengukur indikator harus mencapai kesimpulan yang sama. 3) Relevan, yaitu harus didasarkan pada elemen yang relevan. 4) Dapat dicapai, penting, dan bermanfaat.
2.1.6 KaryawanÂ
      Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja dalam pasal 1 Undang-Undang Tahun 1969 tentang, disebutkan karyawan adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan dan memberikan hasil kerjanya kepada pengusaha yang mengerjakan dimana hasil kerjanya sesuai dengan profesi atau pekerjaan atas dasar keahlian sebagai mata pencariannya. Selain itu, ada di Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok Tenaga Kerja mendefinisikan karyawan sebagai tiap orang yang melakukan pekerjaan dan memberikan hasil kerja
Karyawan sangat penting bagi suatu perusahaan, jadi partisipasi mereka sangat penting untuk keberhasilan perusahaan. Karyawan, menurut Hasibuan (2007), adalah setiap orang yang bekerja untuk suatu perusahaan dengan menjual tenaganya (baik fisik maupun mental) dan memperoleh balas jasa yang mereka berikan.
Bambang Suharno (2013) menyatakan bahwa karyawan adalah aset. SDM, SDM, dan SDM adalah tiga aset terpenting bagi perusahaan, yang menunjukkan betapa pentingnya karyawan atau SDM bagi perusahaan.
Sonny Keraf (1998) menyatakan bahwa karyawan adalah individu profesional yang sulit digantikan. Karena mengganti karyawan profesional akan memakan waktu, tenaga, dan uang yang banyak. Dengan mempertimbangkan keempat teori di atas, jelas bahwa karyawan adalah aset terpenting perusahaan.
Â
2.1.6.1 Jenis-jenis Karyawan
Menurut Lawonline (2009), ada beberapa jenis pekerja tergantung pada posisi mereka di perusahaan. Karyawan dapat dibagi menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak berdasarkan perjanjian kerja mereka.
Perjanjian kerja, menurut Hukumonline (2009), adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja dan pembeli pekerjaan yang mencakup hak dan kewajiban masing-masing pihak dari awal hubungan kerja.
      Perjanjian kerja juga harus menunjukkan apakah hubungan kerja berlangsung selama jangka waktu tertentu. Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2009 tentang Ketenagakerjaan (UUK), perjanjian yang dibuat antara pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja yang mencakup syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban masing-masing pihak.
a. Karyawan tetap adalah karyawan yang dipekerjakan oleh perusahaan dan memiliki jaminan masa kerja yang ditetapkan perusahaan.
b. Karyawan kontrak adalah pekerja yang bekerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menurut UU Ketenagakerjaan 13 tahun 2003
2.1.7 Kinerja KaryawanÂ
Kinerja karyawan adalah salah satu prioritas perusahaan, dan perusahaan ingin karyawannya melakukan yang terbaik. Kinerja perusahaan berkorelasi positif dengan kinerja karyawan. Sebaliknya, kinerja perusahaan berkorelasi negatif dengan kinerja karyawan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang diharapkan, organisasi harus mengelola kinerja karyawan secara optimal.
Kemampuan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya bergantung pada kemampuan karyawannya untuk menyelesaikan tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kinerja, menurut Rivai (2011: 309), didefinisikan sebagai perilaku nyata yang ditunjukkan oleh anggota staf sesuai dengan peran mereka dalam perusahaan.
Kinerja, menurut Prawirosentono, didefinisikan sebagai hasil kerja yang dapat dilakukan oleh individu atau kelompok dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Sutrisno (2011: 170). Kinerja karyawan dinilai untuk meningkatkan peluang perencanaan karir dengan mengevaluasi kelebihan dan kekurangan mereka. Ini memungkinkan bisnis untuk menetapkan gaji, memberikan rekomendasi untuk promosi, dan melacak tindakan.
Penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi sifat kepribadian, perilaku kerja, dan hasil kerja seorang pekerja atau karyawan (pekerja dan manajer) yang dianggap mendukung prestasi kerjanya, menurut Munandar (2008: 287). Saat membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan di bidang ketenagakerjaan, penilaian kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan.
Berdasarkan definisi di atas, kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja yang dilakukan secara kualitas dan kuantitas atau tingkah laku seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya di perusahaan.
2.1.7.1 Tujuan Penilaian Kinerja PegawaiÂ
Tujuan evaluasi pekerjaan adalah untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia perusahaan. Penilaian kinerja menilai kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan tidak hanya hasil fisik; itu menilai berbagai aspek seperti kompetensi, keahlian, disiplin, hubungan kerja, atau hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.
Menurut Rivai (2011:552), ada beberapa tujuan penilaian kinerja: 1. Meningkatkan etos kerja, 2. Meningkatkan keinginan untuk bekerja, 3. Mengetahui seberapa banyak kerja yang telah dilakukan karyawan, 4. Meningkatkan kewajiban mereka, 5. Memberikan kompensasi yang sebanding, seperti kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji khusus, dan insentif, 6. Menghindari diskriminasi karyawan, dan 7. Mengembangkan sumber daya manusia yang dapat disesuaikan.
Sebagai alat untuk membantu dan menolong karyawan dalam melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan kinerja mereka, mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan yang menghalangi kinerja yang lebih baik, dan mengumpulkan umpan balik dari karyawan tentang bagaimana desain dan lingkungan kerja dapat diperbaiki.
2.1.7.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi KinerjaÂ
Dua komponen yang dapat mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan motivasi. Ini sejalan dengan pendapat Keith Davis, yang dikutip Mangkunegara (2011:67-68) bahwa sikap mental seorang anggota staf harus psikosifisik, yang berarti bahwa mereka harus siap secara fisik, mental, dan fisik untuk tujuan mereka, serta situasi mereka.
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + Skill
Human Performance = Ability + Motivation
Ini berarti bahwa karyawan harus siap secara fisik dan mental untuk memahami dan mencapai tujuan dan tujuan kerja utama. Selain itu, mereka harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan dan menciptakan lingkungan kerja yang sesuai dengan mereka sendiri.
Seberapa banyak kontribusi karyawan kepada organisasi disebut kinerja karyawan. Menurut Jackson (2002), dan mencakup beberapa hal, termasuk:
1) Kuantitas Keluaran : Jumlah output yang harus dibandingkan dengan kemampuan sebenarnya. Misalnya, di bagian produksi pabrik rokok, seorang karyawan hanya dapat menghasilkan 250 batang rokok per hari, meskipun standar umum adalah 300 batang rokok per hari. Ini menunjukkan bahwa karyawan tersebut masih melakukan pekerjaan di bawah rata-rata.
2) Kualitas Output: Kualitas produksi lebih penting daripada jumlah output. Sebatang rokok dari seratus batang rokok adalah tingkat kesalahan (cacat) yang ditolerir. Jika karyawan dapat mencapai titik terendah tersebut, mereka dianggap memiliki kinerja yang baik.
3) Jangka Waktu Keluaran: Waktu yang ditetapkan untuk proses pembuatan produk. Jika karyawan dapat mempersingkat waktu proses sesuai standar, seperti jika mereka dapat mempersingkat waktu proses menjadi 100 menit untuk 100 batang rokok, itu dianggap sebagai kinerja yang baik.
4) Tingkat Kehadiran di Tempat Kerja: Seorang karyawan tidak akan dapat memberikan kontribusi terbaik mereka untuk perusahaan jika mereka tidak hadir pada hari kerja yang ditetapkan oleh standar hari kerja.
5. Kerjasama: Setiap anggota staf harus bekerja sama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Karyawan dapat meningkatkan kinerja dengan bekerja sama.
2.1.7.3 Pengukuran KinerjaÂ
Kinerja terdapat enam komponen terdiri dari menurut Sutrisno (2009): 1) Hasil kerja: jumlah dan kualitas hasil kerja, serta tingkat pengawasan yang dilakukan; 2) Pengetahuan pekerjaan: jumlah pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan, yang berdampak langsung pada kuantitas dan kualitas hasil kerja; dan 3) Inisiatif: tingkat dorongan yang ditunjukkan, terutama untuk menyelesaikan masalah yang muncul, selama menjalankan tugas pekerjaan. 4) Kecakapan mental: kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikannya dengan situasi kerja saat ini. 5) Sikap: tingkat semangat kerja dan sikap positif terhadap pelaksanaan tugas pekerjaan. 6) Disiplin waktu dan absensi: tingkat ketepatan dan kehadiran.
2.1.7.3 Indikator Kinerja KaryawanÂ
Menurut Lazer (1977), yang mengukur kinerja pekerja terdiri dari: 1). Kemampuan teknis mencakup pengetahuan dan kemampuan teknik, teknik kerja yang digunakan, peralatan yang digunakan untuk menyelesaikan tugas, dan pelatihan.
2) Kemampuan konseptual termasuk pemahaman tentang kompleksitas bisnis, kemampuan untuk menyesuaikan operasi unit secara menyeluruh ke dalam operasional perusahaan, dan tanggung jawab sebagai seorang karyawan. 3) Kemampuan hubungan interpersonal termasuk kemampuan untuk bekerja sama, bernegosiasi, dan menyelesaikan pekerjaan.
B. Penelitian Terdahulu
        Penelitian sebelumnya berkaitan dengan penelitian saat ini. Penemuan ini membantu memposisikan dan menunjukkan bahwa penelitian ini unik, dan merupakan upaya peneliti untuk menemukan analogi atau inspirasi baru untuk penelitian mereka saat ini. Di sini, peneliti menyisipkan temuan penelitian sebelumnya.
1. Analisis Lingkungan Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Kreasi Adiguna Beton Desa Bentok Kampung Tanah Laut Winda Pratiwi- Lingkungan Kerja
- Disiplin  Karyawan
- Kinerja KaryawanMenunjukan lingkungan kerja dan disiplin kerja yang baik dan kondusif akan meningkatkan semangat kerja karyawan dan memberikan dampak positif terhadap kinerja karyawan
2. Analisis Kedisiplinan Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pada Karyawan PT. Griya Asri Mandiri Blitar- Amalia Rizki
- Sandi Eka Suprajang- Kedisiplinan Kerja
- Lingkungan Kerja
- Kinerja Pada KaryawanVariable kedisiplinan menunjukan bahwa variable ini memiliki peranan penting untuk meningkatkan kinerja karyawan
3.Upaya Meningkatkan Disiplin Kerja Pada CV. Havraco Jaya PalembangAprizal Rosadian
- Meningkatkan Karyawan
- Disiplin KerjaKemungkinan yang tebesar dari ketidakdisiplinan tersebut adalah adanya ketidak tegasan pimpinan perusahaan
4. Peranan Kinerja Pegawai : Disiplin Kerja, Kepemimpinan Kerja, dan Lingkungan Kerja- Salman Farisi
- M. Taufik Lesmana- Disiplin Kerja
- Kepemimpinan Kerja
- Lingkungan KerjaMenunjukan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variable kepemimpinan kerja terhadap kinerja karyawan, dan ada pengaruh positif dan signifikan antara variable lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan.
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian kualitatif memerlukan landasan untuk penelitian agar lebih terarah. Kerangka berpikir membantu peneliti memperbaiki subfokus penelitian. Pernyataan yang dibuat akan menghubungkan teori dengan topik penelitian. Kerangka berpikir penelitian harus dijelaskan jika relevan dengan fokus penelitian atau relevan. Berdasarkan kerangka pemikiran di bawah, paradigma penelitian tentang disiplin kerja yang berdampak pada kinerja pekerja dapat dirumuskan. Paradigma ini dikenal sebagai:
Penjelasan lengkap tentang analisis ini terdapat pada Penelitian Ilmiah milik Alfina Fitriani mahasiswa dari Universitas Teknologi Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H