Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Amir Sjarifoeddin: Revolusi yang Memakan Anaknya Sendiri

2 Agustus 2022   12:08 Diperbarui: 2 Agustus 2022   12:17 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amir Sjarifoeddin (Sumber :www.kompas.com/IPPHOS)

Tahun 1946, saat menjabat di Kementerian Pertahanan Amir mengusulkan ide tentang tentara kerakyatan. Hal ini yang membuatnya berseberangan dengan perwira militer eks KNIL dan PETA yang menginginkan konsep dwifungsi. Amir menginginkan tentara tidak terlampau jauh mencampuri urusan-urusan sipil. Militer menurut dia harus di bawah pengawasan rakyat.

"Amir berseberangan dengan faksi Hatta, Soedirman dan A.H Nasution yang menginginkan dwifungsi dalam militer. Menurut saya, faksi-faksi dalam revolusi itulah yang membuat Amir menjadi korban," yakin Asvi.

Sayangnya, kata Asvi, cerita tentang Amir dalam sejarah Indonesia selalu tentang Perjanjian Renville dan Peristiwa Madiun, yang jelas-jelas sangat menyudutkannya.

 

=000= 

Tanggal 18 September 1948 pecah peristiwa Madiun. Pasukan yang dipimpin Soemarsono melucuti Pasukan Siliwangi yang pro Soekarno-Hatta. Lima orang tewas dalam bentrok itu. Amir dianggap ikut bertanggung jawab. Ia ditangkap di persembunyiannya di Desa Klambu, Purwodadi, Jawa Tengah, pada 18 November 1948. Atas perintah Gubernur Militer Surakarta Kolonel Gatot Subroto, dia dikirim ke Solo.


Menjelang Natal pada 19 Desember 1948, Amir dan sepuluh tawanan lain dibawa ke Desa Ngalihan, Solo. Kolonel Gatot Subroto memerintahkan eksekusi. Di depan juru tembak Amir dan kawan-kawannya menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Amir maju sembari mendekap Alkitab. Ia minta dieksekusi pertama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun