Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Amir Sjarifoeddin: Revolusi yang Memakan Anaknya Sendiri

2 Agustus 2022   12:08 Diperbarui: 2 Agustus 2022   12:17 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amir Sjarifoeddin (Sumber :www.kompas.com/IPPHOS)

Ringkasan percakapan ini saya kutip dari buku "Perdana Menteri Amir Sjarifoeddin, Tempatnya dalam Kekristenan dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia", karya Pdt. Dr. Frederik Djara Wellem. Mulanya adalah tesis Pdt. Wellem untuk meraih magister teologi di STT (Sekolah Tinggi Teologia) Jakarta pada tahun 1982. Wellem tertarik meneliti sosok Amir Sjarifoeddin atas saran pembimbing tesisnya, Dr. Th. Van den End.

"Kata beliau belum ada orang Kristen yang memperhatikan apalagi menulis tentang Amir Sjarifoeddin. Jadi saya tertantang untuk menulisnya," kata Frederik kepada saya di rumahnya, di Kupang.

Tetapi bukan perkara gampang. Amir Sjarifoeddin terlanjur dicap otak pemberontakan PKI Madiun pada 1948. Oleh rezim Orde Baru, mereka yang dicap PKI adalah musuh rakyat dan negara. Alhasil, tak satu pun yang  mau buka mulut tentang Amir. Juga keluarga dekatnya.

"Sekitar tujuh bulan saya mengumpulkan cerita tentang beliau, tetapi sepotong-sepotong. Keluarganya tidak mau ditemui. Istrinya empat kali menolak saya. Mereka sangat takut waktu itu," jelasnya.

Akhirnya tesis itu jadi.  Karya ini rencananya akan diterbitkan oleh Sinar Kasih pada tahun 1984. Frederik membawanya kepada Aristides Katoppo (1938-2019).

"Saya menemui pihak Kejakasaan Agung untuk menanyakan apakah boleh diterbitkan. Jaksa bilang bisa, tetapi dengan cap "Tidak Untuk Diedarkan," kata Aristides sembari tersenyum. Itu kata lain dari tidak boleh diterbitkan!  Aristides adalah pendiri dan pemimpin penerbitan Sinar Kasih.

Barulah pada tahun 2009 buku tersebut bisa terbit. 

=000= 

AMIR Sjarifuddin Harahap lahir di Medan, pada 27 April 1907. Ayahnya, Djamin, adalah keturunan keluarga kepala adat dari Pasar Matanggor di Padang Lawas, Tapanuli Selatan yang  bekerja sebagai jaksa di Medan. Ibunya, Basunu Siregar, berasal dari keluarga saudagar muslim kaya di Deli.


Amir masuk  sekolah Dasar Belanda ELS (Europeesche Lagere School) di Medan pada 1914 hingga 1921. Atas undangan saudara sepupunya, Tuanku Sunan Gunung Mulia (pendiri Penerbit  BPK Gunung Mulia Jakarta di kemudian hari), ia berangkat ke Leiden, Belanda, untuk melanjutkan sekolah. Pada 1926-1927, Amir menjadi anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem, Belanda.


Selama masa itu pula Amir aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok Kristen, seperti CSV (Christelijke Studenten Vereeniging), cikal bakal Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia. Meskipun teman-teman dekatnya meminta Amir menyelesaikan kuliah di Belanda, pada September 1927 ia pulang ke kampung halaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun