Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Amir Sjarifoeddin: Revolusi yang Memakan Anaknya Sendiri

2 Agustus 2022   12:08 Diperbarui: 2 Agustus 2022   12:17 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amir Sjarifoeddin (Sumber :www.kompas.com/IPPHOS)

Ayahnya sakit keras.

Ia kemudian masuk Sekolah Hukum di Batavia. Menumpang pada Gunung Mulia yang telah menjabat direktur pendidikan sekolah guru di Jatinegara. Setelah itu, Amir pindah ke asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw di Kramat 106. Di sana ada senior satu sekolahnya, Muhammad Yamin. Rupanya mereka memiliki kesamaan minat: Musik, sastra, dan agama.


Pada Kongres Pemuda II 1928, Amir mewakili Jong Bataks Bond dan menjabat bendahara panitia. Ia juga aktif memimpin sidang. Ketika Yamin menulis rumusan Sumpah Pemuda, persetujuan Soegono Djojopuspito dan Amir sangat dibutuhkan.

"Perannya cukup menentukan, meski hanya menyetujui rumusan tersebut," kata sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam. Amir kemudian masih terlibat dalam Kongres Bahasa pada 1938.


Sekitar  tahun 1931 Amir pindah agama menjadi Kristen. Empat tahun kemudian ia menikah dengan Djaenah Harahap, putri orang kaya di Batavia. Pasangan ini dikaruniai enam anak.


Ketika Jepang datang, Amir memilih beroposisi. Ia memimpin gerakan bawah tanah yang dibiayai Van der Plass (mantan gubernur Jawa Timur yang menjadi agen CIA). Ia menjadi target Jepang, sampai akhirnya pada Januari 1943 ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Tetapi berkat Soekarno-Hatta, hukuman itu dibatalkan.

=000=

Jalan Proklamasi 56, Pegangsaan, Jakarta Pusat, Januari 1948. Jarum jam menunjuk pukul 19.00. Seorang lelaki yang mengenakan safari warna gelap berjalan sendirian.Raut wajahnya kusut. Ia  menyapa beberapa pemuda yang tengah duduk santai di belakang rumah Presiden Sukarno itu.

Setelah menyapa sekadarnya, dia mengeluarkan botol kecil wiski dari kantong celana, kemudian menenggaknya. Lelaki itu adalah Amir Sjarifoeddin, Perdana Menteri Indonesia yang beberapa hari sebelumnya "dipaksa" meletakkan jabatan.

"Malam itu kami minum wiski bersama," kata Rosihan Anwar ( 1922-2011) mengenang peristiwa itu. Amir, kata Rosihan,  terlihat agak tertekan setelah dipaksa mundur sebagai perdana menteri.

"Meski dia berusaha menutupi dengan tetap terlihat enjoy," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun