Mohon tunggu...
Aletheia
Aletheia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Pelajar ingusan yang tengah bersengketa dengan kegabutan duniawi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mayday on Unexpected Day

20 Agustus 2022   23:39 Diperbarui: 21 Agustus 2022   16:59 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Tanganku terangkat sedikit tegas, menghentikan kebisingan barusan. Belum, hanya sesaat, sebelum akhirnya sorak sorai tepukan tangan dan selebrasi bergema kencang, hingga langit-langit musala pun bergetar, sekeras-kerasnya. Entah angin apa yang membersit akal sehatku saat itu, sehingga memunyai secercah nyali untuk mencalonkan diri menjadi seorang kandidat pemimpin, yakni wakil ketua OSIS. Terlanjur sudah diriku melangkah, kuhanya bisa pasrah dan tabah.

           "Jadi, kamu siap untuk bercapek-capek ya, Nak," ucap Ibuk dengan suara khasnya, oktaf rendah namun cukup keras. Mata beliau menatap sungguh, pun aku yang membalas pesan tersebut dengan anggukan mantap. Tiada yang perlu diragukan lagi.

           "Nang, segera cantumkan namamu di kertas ini!" tukas Bu Eko menyahut. Lekas kuberanjak dari tempatku duduk, mengambil bolpoin, lalu mengisi salah satu kolom kosong, dari enam kolom lainnya. Tiga untuk ketua OSIS, dan sisanya untuk wakilnya.

           "Aletheia Raushan Fikra Ukma? Duh, jenengmu angel tenan e, Naang, Nang. Hehehe," lanjut Bu Nora setelah mengeja nama lengkapku, sembari terkekeh kecil tanda keheranan. Aku biasa saja, sudah lebih dari seribu manusia yang seperihal dengannya.

           "Kalau boleh tahu, arti dari namamu itu apa, Nang?" tanya Bu Eko. Ah, kesempatan yang tepat untuk mengutarakan penjelasan Ayah yang selalu kuingat hingga saat ini.

           "Aletheia, artinya adalah hakikat kebenaran, juga Raushan Fikra, berarti pemikiran yang tercerahkan. Begitu, Bu," balasku menimpali. Mereka semua termanggut, meskipun senyuman kecil tetap terlihat dari bibir-bibir mereka.

           "Itu dari bahasa apa, Nang?" giliran Bu Nora yang melontarkan tanda tanya kepadaku.

           "Aletheia, berasal dari Bahasa Yunani, sedangkan Raushan Fikra, berasal dari Bahasa Arab, Bu," tiba-tiba riuh tepukan tangan kembali mengudara. Namun, ragaku yang hampir saja terbang, tetap kubersikeras untuk bersikap bodo amat dengan segala godaan, dan hal-hal serupa.

Teramat banyak buku-buku Ayah, berak-rak, bertumpang tindih di rumah. Sedikit membentuk tanda tanya besar di relung neuron mungilku, di masa kecilku dulu. Ya, terbiasa bergaul dengan sampul buku Harry Potter dengan berbagai ilustrasi magis dan berwarna, Sang Pemimpi dengan tema kontemplasi dalam jalan sunyi, serial Digby dengan histori dunia Renaissance, mahakarya Sir Arthur Conan Doyle, educomics, hingga rangkaian prosa, bahkan paragraf novel dan buku-buku tebal dan menarik untuk dilihat.

Kerap kuajak teman-teman sebayaku untuk membesuk buku-buku ajaib itu di perpustakaan Ayah. Sebetulnya, ruangan itu adalah kantor tempat Ayah bekerja dan bermain games di komputer, namun lebih senang kusebut sebagai perpustakaan. Karena menurutku saat itu, perpustakaan menyimpan banyak sekali rahasia soal pertanyaan dan jawaban, seperti permainan. Ekspresi pertama yang kutangkap, wajah mereka kebingungan, belum lima detik mereka menginjak karpet batik perpustakaan, air muka senang terpampang di wajah mereka.

"Wah! Banyak sekali buku di tempat ini!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun