“Silakan duduk di sini, Pak!” ujar Pak Wahyu untuk yang kesekian kalinya. Aku dan Ayah hanya mengiyakan dalam diam, sembari menunggu Pak Wahyu menatakan meja dan kursi untuk kami. Sekaligus menyediakan beberapa botol air minum untuk tiga kursi.
Aku baru sadar, keluarga seberang tampak tidak nyaman dengan kedatangan kami. Mereka terus mencuri-curi pandang kecil menjengkelkan. Lebihnya, cara mereka memandangku tidak begitu mengenakkan. Ada apa gerangan? Ah, entahlah. Masa bodo dengan sikap mereka. Segera kumengambil posisi duduk di paling pojok, tepat di sudut ruangan. Posisi andalanku, di manapun, kapanpun itu.
“Eh, Bang. Seharusnya Ayah yang duduk di sana,” sahut Ayah. Aku yang baru saja terduduk, seketika terperanjat. “Nanti Mas Anas akan duduk di sebelah Abang. Masak yang kenal Ayah, sementara yang duduk di sampingnya Abang?”
“Ohh. Ya sudah, Yah,” timpalku, kemudian segera beranjak tanpa bertanya. Mereka kembalu melirik tajam ke arahku. Ah, entah apa yang Ayah pikirkan. Aku hanya bisa menuruti titahnya.
Tak lama kemudian, pintu ruang besuk terbuka. Seorang pria sekonyong-konyong muncul dari sana. Pria berbadan tinggi, tegap, berbaju polo hitam berlengan pendek rapi, mata sipitnya terlapisi kacamata berbingkai kotak, rambut pendek beruban, seraya melihat kepada Ayah yang duduk di kursi terpojok. Kedatangannya seolah-olah mengundang sunyi yang tiba seketika. Apalagi dengan raut terkejut mereka.
“Mas Anas,” ujar Ayah memanggil pria berbaju hitam itu. Kemudian dia tersenyum hangat kepada Ayah, menghampiri Ayah, dan mereka saling bersalaman layaknya kawan akrab pada umumnya. Apakah Ini, Anas Urbaningrum yang Ayah maksud?
Usai bersalaman, Om Anas melihatku cergas, walau tebersit sedikit kebingungan di wajahnya.
“Ini anak saya yang pertama, Mas,” jelas Ayah.
“Oh! Siapa namanya?” tanya Om Anas lembut.
“Raka, Om,” jawabku berusaha menyamai halusnya beliau berucap.
Kuraih tangan beliau cepat, kemudian menyalaminya dengan takzim. Kedua telapak tangan besar Om Anas menepuk pundakku pelan, seraya tersenyum hangat kepadaku. Sebelum kami duduk kembali.