Setelah agak lama, aku beraniin diri nembak kamu, walaupun aku yakin, kemungkinan besar, kamu ngga mungkin mau nerima aku. Tapi, aku tetep nekat, dan ternyata dugaan aku nggak salah. Well, aku minta maaf soal kesan pertama yang kamu dapet dari aku. Aku menatapnya bingung, tak mengerti maksud kesan pertamanya yang mana, yang aku, aku nyium kamu waktu itu.
Aku menunduk, malu. Tapi, sudah dua kali dia melakukan hal itu padaku. Tentu saja aku kesal berat padanya kan? Itu hal yang sangat wajar.
Aku minta maaf, Ra. Maaf banget! Yang pertama kali itu karena aku sudah ngga tahan banget ngeliat kamu di depan aku terus. Kamu ngga pernah ada di depan aku selama itu sebelumnya, juga sebagai bukti yang kamu minta. Dan, akhirnya aku ngga berhasil nahan diri aku untuk nyium cewek yang aku cintai banget. Yang kedua karena aku bener-bener nggak tahan ngeliat kamu nangis, Ra. Seperti yang aku bilang tadi. Kamu mau maafin aku kan?
Setelah menimbang-nimbang, aku mengangguk kecil. Entah apa yang mendorong kepalaku untuk mengangguk saat itu. Aku sendiri pun tak mengerti. Akhir-akhir ini tubuhku tidak pernah mau mendengarkan perintahku.
Makasih banget, Ra. Aku ngga mau kamu benci sama aku. Ngeliat kamu nangis emang buat aku menderita, Ra. Tapi, kalau melihat kamu yang benci sama aku, aku lebih baik mati, Ra. Aku ngga sanggup.
Oh my Gott! Itu kalimat paling romantis yang pernah aku terima dalam hidupku! In my whole life!
So, gimana, Ra? Kamu mau nerima aku? Nerima cinta aku ke kamu? tanyanya yang sudah membetulkan letak duduknya dan menghadap ke arahku. Dia menatap langsung kedua mataku. Saat aku mau memalingkan wajah, dia segera menahannya dengan sebelah tangan.
Kalau kamu bener-bener ngga mau jadi pacarku, aku yakin kamu bisa ngejawab itu tanpa memalingkan tatapan mata kamu dari aku.
Sial! Aku tak bisa apa-apa lagi, sebab tangannya tetap menahan wajahku. Kutatap matanya takut-takut. Biarpun matanya memandangku langsung, matanya tetap terlihat begitu lembut saat menatapku.
A-ak-aku aku ng-nggak b-bi-bisa, Yan. A-aku nggak bis-bisa. Brian menaruh jari telunjukknya di bibirku, menyuruhku diam.
Hening.