Apa? Apa yang salah denganku? Apa yang terjadi padaku? Apa aku sudah jatuh cinta padanya? Apa aku sudah terlanjur memberikan hatiku ini padanya?
Segera kusingkirkan buku yang ada di tanganku, karena takut akan segera basah oleh air mataku yang tak henti-hentinya mengalir. Untung saja saat ini perpustakaan sedang sepi, ditambah lagi tempat kududuki begitu tersudut. Segera kutumpahkan semua air mataku yang berteriak ingin keluar.
Begitu kudengar ada langkah yang mulai mendekati tempatku sekarang, aku segera berusaha menghentikan tangisku. Segera kulap kedua pipiku yang begitu basah.
B-Br-Brian? gumamku tak percaya. Dia? Seorang Brian datang ke perpustakaan? Saat jam pelajaran pula.
Wajah kamu memang tetap cantik walaupun kamu sedang menangis, Ra, tapi senyum kamu tetap yang paling indah. Please, Ra. Jangan nangis lagi. Aku nggak tahan ngeliat kamu nangis, Ra. Aku juga menderita kalau melihat kamu nangis.
Kalimat-kalimat itu sukses membuatku membelalakan mataku. Siapa yang tidak akan kaget mendengarnya? Kalimat romantis gitu? Tapi, gengsiku sepertinya begitu tinggi.
Ya sudah, pergi aja biar kamu ngga ngeliat aku nangis, jawabku ketus.
Nggak ada gunanya, Ra. Di mana pun aku berada, kalau kamu lagi menangis, aku pasti menderita juga. Anytime. Anywhere.
Gombal.
Terserah kamu mau percaya atau nggak. Setidaknya, aku udah selalu berusaha untuk jujur di depan kamu, Ra. Hanya di depan kamu. Aku belum pernah kayak gini sama cewek lain sebelumnya, Ra. Baru sama kamu seorang, dan aku rasa hanya akan begini sama kamu. I’ve told you. You ARE my true love.
Tangis kembali mendatangi diriku. Kenapa aku jadi cengeng begini sih? Apa yang salah denganku? Apa ada masalah dengan kelenjar air mataku? Sepertinya aku harus segera check-up.