"Us!" suara lembut ibu membuyarkan lamunanku.
"Iya, Bu."
"Sini keluar, Nak." Suara ibu dari luar. Aku merapikan kerudung cokelatku dan bergegas ke ruang keluarga yang berada tepan di depan kamarku. Aku melihat seuntai senyum di bibir ibu. Seakan menyembunyikan rasa kecewanya terhadapku.
"Pakai baju ini."
Aku menelan ludah mendengar perintah itu.
"Berhiaslah yang rapi, nanti Zultan mau ke sini." lanjut ibu melihatku hanya celingukan. Lantas aku kembali lagi ke kamar membawa pakaian yang bandrol harga dan mereknya belum dilucuti. Ah, aku baru sadar kalau hari ini adalah hari pertunanganku. Zultan, seperti apa penampilanmu.
"Uswa?" ibu membuka pintu kamarku. "sudah dipakai bajunya?" ibu menghentikan kakinya di ambang pintu.
"Loh, kok belum dipakai sih? Tamunya sudah datang lho." Senyum hambar sengaja kurekayasa demi menyenagkan hati ibu.
"Ayo cepat dipakai, ibu tunggu di luar, ya?" ibu beringsut sedetik setelah anggukan kepalaku.
Aku masih ragu untuk mengenakan gaun itu. Pantaskah aku bersanding dengan lelaki seperti Zultan. Dia adalah laki-laki yang baik, sedangkan aku? dengan keraguan yang masih menempel di dinding hatiku, aku paksakan tanganku untuk memakai baju spesial itu.
"Bismillah..." kumantapkan hati dengan menyebut nama agung-Nya, langkah kaki terasa berat kuayunkan menuju ruang keluarga untuk menemui lelaki pilihan keluargaku dan diriku sendiri. Kubuka pintu kamarku pelan. Dari celah-celah pintu, aku bisa melihat dua keluarga yang sama-sama memiliki tujuan baik sedang bercengkrama.