"Putra, apakah dia selalu merindukanku? Apa dia pernah bercerita tentangku lewat kamu?"
"Ket, kamu berlebihan. Baru sebulan ditinggal sudah kelabakan apalagi ditinggal bertahun-tahun. Dasar lebay."
Mendengar jawaban Putra membuat Keti makin kesal. Gadis berikat satu memukul lengan tangannya. Akan tetapi dia hanya pura-pura meringis kesakitan lalu menghindar. Kelakuan Putra sekalipun menjengkelkan kadang selalu menghibur gadis itu.
Kadang cinta membuat sesak sebab rindu tak dapat dituangkan dengan pertemuan. Apalagi seseorang yang kita cintai jauh keberadaannya. Meskipun berulangkali Keti sudah bertanya kabarnya? Tak ada balasan dari pujaan hati. Kalaupun memberi kabar hanya sebatas pesan singkat tanpa suara. Rindunya semakin hari kian menggila.
Teng.. Teng...Â
Bel sekolah sudah berdentang, tanda waktu belajar telah usai dan waktunya untuk pulang.
Keti meminta Deva untuk mengantarnya.
"Jangan cemberut terus Sek! Wajahmu makin jelek."
Deva senang menghibur sahabatnya. Pria remaja itu sebenarnya sudah lama menyimpan rasa untuk Keti. Hanya saja dia tak pernah berkata jujur. Gengsi diungkapkan pun takut merusak hubungan persahabatan yang sudah lama terjalin.
Pernah sekali dia menyelipkan puisi ke dalam buku Diary-nya. Puisi tanpa nama. Di situ sudah jelas untuk sahabat. Tentang perasaan sayang untuknya.
Keti menghentikan laju sepeda Deva.