Mohon tunggu...
Akhmad Nur Ardiansyah
Akhmad Nur Ardiansyah Mohon Tunggu... Koki - Penulis

Suka menulis, bermusik, dan berkelana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dunia Sedang Tidak Asik!

18 Juli 2023   21:04 Diperbarui: 18 Juli 2023   21:11 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba di akhir pekan, ada mata yang ingin dimanjakan.

"Hai teman, dunia sedang tidak asik!, apa kamu mau membantuku?" katanya yang persuasif.

Dari terang sampai gelap.

Keringatnya bercucuran, hingga membuat telaga di telapak kaki.

Angin menghantam kepalanya.

Ia berjalan sempoyongan.

"Perutku masih lapar, kopi tidak membuatku kenyang!" keluhnya.

Sampailah di ujung jalan.

Ia menghela nafas yang panjang.

"Aku tidak butuh persetujuanmu teman, aku hanya ingin dibantah!" ucapnya dengan penuh keraguan.

Temannya terdiam.

Tak keluar petuah sedikit pun.

Dalam hati tertawa melihatnya.

Dan sedikit cemas, menunggu untuk segera pulang.

"Bagaimana kalau kita makan dulu sebelum pulang?, jika perutku terisi mungkin hatiku akan tenang, juga pikiranku akan terang" pintanya.

Lalu temannya menganggukan kepala.

Seraya berharap akan ditraktir.

Tak jauh dari mereka, banyak penjaja makanan di pinggir jalan.

Mereka hampiri salah satunya.

Lalu dua porsi satai ayam mereka pesan.

Sambil menunggu satai dibakar, tidak lupa mereka membakar rokok.

"Aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya teman" katanya dengan mulut yang penuh asap.

Temannya hanya menatapnya.

Sesekali menepuk-nepuk pundaknya.

Tak lama kemudian, sekonyong-konyong datang pengamen muda.

Lalu berdiri di hadapan mereka dengan seperangkat alat pengeras suara.

"Selamat malam, wahai tuan dan nyonya. Hamba yang romantis bukan untuk yang masokis, hamba yang humoris juga bukan untuk yang pesimis. Hamba bermusik hanya untuk mengais, bukan mengemis" salam si pengamen.

"Pucuk dicinta ulam pun tiba, tolonglah bernyanyi satu atau dua lagu, sebagai pelipur lara untuk kawan saya yang satu ini!" pinta temannya kepada si pengamen.

Tanpa basa-basi.

Pengamen itu langsung menembang lagu-lagu ciptaan Doel Sumbang.

Dengan syahdu memetik gitar.

Dengan asik menggeleng-gelengkan kepala; seperti ayunan pendulum metronom.

Usai lagu-lagunya.

Usai juga tukang satai menyiapkan pesanannya.

Ia pun terdiam, sesekali matanya terpejam.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?, sudah cukup tenangkah?, jika sudah cepatlah makan" ucap temannya.

Lagi-lagi ia terdiam.

Sepuluh tusuk satai ayam dengan nasi putih yang hangat di depannya diabaikan.

"Wahai tuan, bolehkah saya melontarkan satu puisi?, guna mengisi hati tuan yang tampaknya sedang resah" usul si pengamen dengan sukarela.

Ia seketika menoleh ke si pengamen.

Si pengamen lalu mengucap.

Matahari memang tidak bisa mendengar,

Tapi ia selalu berusaha untuk bersinar.

Bulan juga tidak bisa melihat,

Tapi ia selalu datang di malam yang pekat.

Laut tidak pernah marah dibilang asin.

Gunung tidak pernah kecewa diterpa angin.

Beberapa baris puisi dari si pengamen.

Yang dibawakan dengan suara yang lantang, dan penuh penghayatan.

Memang musik dan puisi kadang mengedukasi.

Tapi nahas, nasi tetaplah nasi.

Perutnya yang kosong mana mempan dimotivasi.

"Terima kasih" ucapnya kepada si pengamen sambil menyodorkan selembar uang kecil.

"Terima kasih banyak tuan, semoga hari ini menyenangkan!" kata si pengamen.

Si pengamen pun pergi berlalu.

Ia mulai menyantap satainya.

Baru beberapa tusuk, ia berhenti makan, ia mulai sadar.

Bahwa hanya dirinyalah yang bisa membantu dirinya sendiri.

Bukan semata-mata temannya. 

"Aku tahu harus melakukan apa" tegasnya sambil mengunyah.

"Syukurlah kalau kamu sudah tahu" kata temannya yang sudah selesai makan.

"Baiklah, mari kita pulang, kita sudahi malam yang lelah ini, hari esok aku pasti akan lebih baik" tegasnya lagi.

"Ya sudah, kalau nanti ada sesuatu yang kau mau ceritakan kepadaku, ceritakan saja. Aku selalu ada untukmu kawan" janji temannya.

"Iya terima kasih, kamu sudah mendengarkan keluh kesahku hari ini, biar aku yang bayar satainya" katanya.

Tak terasa sudah di ujung malam.

Satainya tak dihabiskan.

mereka bergegas pulang.

Temannya yang sudah kenyang, sementara ia masih belum tenang.

Tapi ia berusaha mungkin menguatkan dirinya sendiri.

Entah siap atau tidak, hari esok akan segera ia hadapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun