Kau tahu, itu merupakan akhir yang manis untukku. Akhirnya, Daniel menyatakan perasaannya kepadaku. Perasaanku saat itu senang, senang tak ada dua. Betul-betul speechless, karena aku sebelumnya tidak menduga akan terjadi hal itu.
Tiga bulan sudah aku selalu menghabiskan waktu denganya. Bersamanya, membuatku merasa senang juga nyaman. Dia selalu ada untukku ketika aku membutuhkannya. Tak ada rasa bosan yang aku rasakan ketika bersamanya. Namun, mungkin ada kalanya aku harus merasakan hal yang buruk ketika bersamanya. Perasaan senang dan nyaman bersama Daniel, lambat laun mulai berubah menjadi suatu kecemburuan. Perasaan itu timbul ketika ada dua murid baru di kelas kami. Dua murid itu, sama sepertiku mereka juga pindahan dari negara lain. Satu murid perempuan namanya Lily, dia mempunyai paras yang cantik, rambut hitam dengan gaya rambut yang keren, bola mata cokelat kehitaman dan posturnya tinggi seperti model. Jika dilihat-lihat, dia sepertinya berasal dari negara yang sama sepertiku. Satu murid lainnya laki-laki, namanya David, dia terlihat tampan dan meenawan, posturnya tinggi, kulitnya putih, rambut hitam, bola matanya pun cokelat kehitaman. Menurutku, kedua murid ini sepertinya berasal dari negara yang sama denganku. Keduanya terlihat menarik.
Sebelumnya, aku merasa dengan adanya murid baru di kelas kami, itu merupakan hal yang bagus. Mungkin dengan adanya murid baru, kelas akan bertambah ramai. Dan aku juga mempunyai teman baru. Tapi kenyataanya aku salah, dugaanku salah besar. Itu semua, bermula dari perkenalan Daniel dengan Lily.
***
Saat itu, di New York sedang musim semi pemandangannya betul-betul indah. Seperti biasa, pagi-pagi Daniel menjemputku ke apartemen untuk pergi bersama ke sekolah. Dia menungguku di lobby apartemen. Dia terlihat sangat rapi dan seperti biasa dia tampak menawan. Selintas aku berpikir, aku sangat beruntung mempunyai pacar seperti dia. Saat itu, aku betul-betul bersyukur dengan adanya dia yang menghiasi hatiku.
Ketika aku menghampirinya, dia memberikan senyumannya padaku. Dia terlihat sangat tampan, dan aku membalas senyumannya dengan malu. Saat itu juga dia menyapaku.
” hey, kau terlihat anggun Joe “
” terimakasih, kau juga terlihat tampan “
“terimakasih “
Kami pun bergegas masuk ke dalam mobil. Mobil yang kami tumpangi pun melaju kencang di tengah hiruk pikuk kota New York. Pemandangannya indah, walaupun kota New York sangat padat saat itu.
Kurang dari 30 menit kami sudah sampai di sekolah. Kami berjalan bersama memasuki kelas pertama yaitu, kelas sains. Di kelas, aku duduk sebangku dengan Daniel. Tak lama setelah kami datang, bel masuk pun berbunyi. Seperti biasa guru kami, Pak Robert pun memasuki kelas. Tapi kali ini dia tidak sendirian, dia diikuti oleh kedua murid yang asing di sekolah ini. Sepertinya mereka murid baru.
Pak Robert mempersilahkan mereka untuk memperkenalkan diri. Yap, seperti yang aku sudah katakan, mereka adalah Lily dan David. Saat Lily memperkenalkan diri, Daniel melihatnya lekat-lekat. Dia terpana oleh kecantikannya. Sama seperti murid laki-laki lainnya. Tapi aku merasa itu hal yang wajar, Lily memang sangat cantik. Namun, kewajaran itu berubah saat Daniel tidak melepaskan pandangannya pada Lily. Bahkan saat pelajaran sudah di mulai pun, Daniel masih saja memperhatikan Lily. Saat itu, aku mulai merasa cemburu. Aku hanya bisa memendam rasa cemburu itu dalam-dalam. Mencoba untuk tidak menghiraukan perasaanku. Aku pikir, mungkin dengan fokus pada pelajaran yang diterangkan, rasa cemburuku akan hilang. Memang benar, rasa cemburu itu hilang untuk sesaat.
Tidak terasa pelajaran sains berakhir. Ketika aku melihat Daniel kembali, pandangan Daniel tidak lepas sama sekali dari Lily saat awal pelajaran sains dimulai sampai berakhir. Lily yang sudah mengetahuinya, merasa kegeeran dan berpikir bahwa Daniel jatuh cinta padanya. Lily tidak tahu, bahwa aku dan Daniel itu pacaran. Mungkin, jika aku menepuk bahunya Daniel akan berhenti memperhatikan Lily. Tapi, saat itu kelas sedang hening. Aku takut jika aku menepuk bahunya dia akan berteriak. Dan ketahuan kalau dia memperhatikan Lily. Aku memutuskan untuk tidak menepuk bahunya. Aku melihat seisi kelas. Tanpa sengaja aku melihat David. Ternyata dia juga memperhatikanku. Ya ampun mengapa bisa begini? Daniel memperhatikan Lily, dan aku diperhatikan David. Saat aku menatap balik David, dia berpaling berpura-pura tidak melihatku.
Karena pelajaran sains sudah berakhir, kami pun harus berpindah ke kelas IPS. Aku bermaksud mengajak Daniel untuk pergi bersama. Ini kesempatan untukku, agar Daniel berhenti memperhatikan Lily.
” hey, ayo kita pindah ruangan “
” ah, kau pergi duluan saja. nanti aku menyusul “
” oh begitu, kau ini memperhatikan Lily terus daritadi”
” ah tidak , Joe. Tapi menurutmu dia cantik tidak?”
” iya, jelas iya Daniel kau memperhatikannya terus! apa kau harus meminta pendapatku? “
” apa kau marah? “
” entah, pikirkan saja oleh mu !”
Rasa cemburuku kembali datang, dan di perparah oleh tingkah laku Daniel yang tetap saja menunggu Lily keluar kelas. Melihat sikap Daniel seperti itu, aku langsung bergegas keluar dengan cepat.
Saat berjalan keluar kelas, David menyapaku. Dia ingin berkenalan denganku. Dan untuk sesaat, aku merasa tenang dibandingkan sebelumnya.
” Hey, aku David. Kau?”
” Halo, aku Joe.”
” Nama yang bagus” sambil tersenyum
” oh ya? terimakasih “
” Ayo jalan bersama, kelas IPS kan?”
” Boleh, iya “
Kami pun berjalan bersama, menuju ke kelas IPS. Aku tidak ingin menoleh ke belakang, karena aku tau Daniel pasti ada di belakang berjalan bersama Lily. Oh tuhan, hatiku benar-benar sakit melihatnya.
Saat kami memasuki kelas IPS, David menawariku untuk duduk bersama denganya. Aku bingung, aku takut jika aku duduk dengannya, Daniel akan marah. Tapi, aku juga berpikir kembali atas apa yang telah dilakukan Daniel padaku. Aku semakin bingung. Walaupun aku kesal dengannya, tapi aku tetap sayang padanya. Aku memutuskan, untuk menunggu Daniel memasuki kelas. Jika dia bersama Lily, dan mengajaknya duduk bersama aku akan duduk bersama David. Tapi jika tidak, aku akan duduk bersama Daniel. Sungguh permasalahan yang tidak menyenangkan. Tempat duduk saja menjadi masalah.
Sambil menunggu Daniel, aku berdiri di sebelah meja David. Tidak lama, Daniel pun datang. Aku berharap dia tidak bersama Lily. Tapi aku lagi-lagi salah, Daniel berjalan bersama Lily, betapa sakitnya hatiku. Namun, harapanku belum pupus karena Daniel hanya jalan bersama, belum mempersilahkan Lily untuk duduk dengannya. Kau tau apa yang terjadi selanjutnya? dugaanku kembali salah, Daniel seperti terhipnotis mempersilahkan Lily untuk duduk bersama. Kau tau perasaanku saat itu? aku seperti jatuh ke pusat bumi dan hilang selamanya. Aku merasa sudah tidak dianggap oleh Daniel. Aku berpaling, dan duduk sebangku dengan David.
Selama pelajaran berlangsung, aku sama sekali tidak fokus dengan apa yang diterangkan oleh guruku. Aku betul-betul terbawa emosi karena kejadian itu. Sesekali aku melihat Daniel, tapi tatapan aku padanya tidak berarti. Karena setiap aku melihatnya, Daniel pasti sedang bersendagurau dengan Lily, dia seperti betul-betul terhipnotis oleh Lily. Aku merasa hampa, karenanya.
David yang memperhatikan raut wajahku daritadi akhirnya berbicara padaku.
” Joe, kau baik-baik saja?”
” Ya, tentu saja. Apa ada yang salah denganku?” aku berbohong.
” Kau bohong, pasti ada masalah”
” apa? tidak! “
” Apa ada hubungannya dengan Daniel?”
” ha? kenapa kau bisa tahu namanya?”
” Aku menanyakan pada teman sebangku tadi di kelas sains”
” hemm begitu, ahahahaha mungkin ” aku tertawa dengan terpaksa
” sudah kuduga. Joe, ayolah kau harus fokus dengan pelajaran. oke?”
” hemm baiklah, terimakasih”
Untuk sesaat, aku merasa senang berada di dekatnya. Aku mulai berkonsentrasi pada pelajaran. Tiba-tiba saja, aku lupa akan kejadian itu dan terus memperhatikan apa yang diterangkan oleh guruku. Tak terasa, pelajaran IPS pun berakhir. Saatnya istirahat, aku bermaksud untuk berbicara pada Daniel mengenai kejadian ini.
Aku menghampiri Daniel yang sedang berbincang-bincang dengan Lily dan mengajaknya berjalan-jalan ke taman. Saat kami berjalan, aku memulai pembicaraan dengannya
” Daniel, kau tahu? ada yang berubah denganmu.”
” Kau masih marah? Aku minta maaf. Apa yang berubah?”
” Tentu, kau seperti terhipnotis saat berkenalan dengan Lily”
” Benarkah? “
” iya! coba kau pikir kembali. Kamu sampai lupa denganku!”
” Maafkan aku. Aku hanya ingin berkenalan dengannya”
” Jujur aku kecewa”
” Kau ini kenapa? apa salah aku berkenalan dengan Lily?!”
” aku sudah bilang …. ” tiba-tiba Daniel memotong perkataanku
” Sejak kapan Joe menjadi seperti ini? Hey, ada apa denganmu? kenapa kau selalu sinis saat aku bersama Lily?!”
” Kau tidak mengerti apa yang aku rasakan. Lebih baiik kau jujur padaku, kau menyukai Lily kan?!”
“……..” Daniel terdiam
” ha ! kau tidak bisa menjawab pertanyaanku. yang menandakan kau menyukainya bukan?”
” apa maksudmu?! aku tidak mengerti”
” jangan berpura-pura padaku.”
” baiklah, aku mengaku. memang benar aku menyukainya tapi itu sekedar kagum Joe ! Perasaanku padamu jauh lebih beesar”
” benarkah? aku tidak percaya”
” serius! “
” jika memang begitu, maka berjanjilah padaku. “
” janji apa?”
” berjanjilah kau tidak akan membuat ku kecewa untuk kedua kalinya”
” tentu, pastinya”
Setelah pembicaraan itu kami pun mulai baikan kembali. Daniel kembali seperti semula. Aku senang Daniel bisa kembali seperti semula, dia tidak terlalu memperhatikan Lily. Sepulang sekolah nanti, Daniel mengajakku pulang bersama. Akhirnya, ini semua berakhir pikirku. Tapi apakah benar semua ini sudah berakhir? aku ragu.
***
Di apartemen, aku langsung membereskan tas ku dan langsung berdiam di kamar. Aku tidak makan siang dulu, karena kalau sedang seperti ini mana mau aku makan. Di kamar, aku duduk di dekat jendela sambil melihat keluar. Sembari duduk, aku merenungkan kejadian tadi. Aku masih merasa kaget dengan kejadian itu. Aku mencoba menenangkan diri, dan berpikir sejenak. Membuka mata, hati, dan pikiranku atas apa yang terjadi.
Aku bertanya-tanya di dalam hati. Mengapa seorang Daniel yang sangat aku percayai bisa seperti itu? Apa benar dia hanya sebatas kagum pada Lily? beribu pertanyaan pun berdatangan. Aku dibuat bingung dengan pertanyaan-pertanyaan yang padahal muncul dari dalam pikiranku. Dan aku tidak bisa menjawab semua pertanyaan itu. Hanya Daniel yang bisa menjawabnya.
Satu pertanyaan sudah aku tanyakan padanya. Meskipun sudah Daniel jawab, tapi aku meragukan jawabannya. Ditambah lagi sikap Daniel yang sebelumnya terdiam saat aku menanyakan pertanyaan itu. Itu menandakan, kemungkinan besar dia sebenarnya menyukai Lily, tapi bukan hanya sekedar kagum. Apa bagus aku berprasangka seperti ini? semua yang aku pikirkan ini belum tentu benar kan?. Aku tidak bisa berlama-lama marah padanya. Mungkin karena aku terlalu sayang padanya. Ah, apa yang harus aku lakukan? semua kejadian itu membuat aku pusing.
Ketika aku benar-benar kebingungan, dan tidak keluar kamar sama sekali. Ibuku mengetuk pintu kamarku. Aku tersentak sejenak. Karena aku berpikir sembari melamun. Aku sedang ingin sendiri saat itu. Tapi rasanya tidak sopan mengabaikan orangtua, padahal orangtua kita mengkhawatirkan keadaan kita. Jadi apa boleh buat, aku memperbolehkan ibuku masuk ke kamar. Dan benar saja ibuku menanyakan banyak hal.
” Joe, ada apa? kau tidak makan siang? apa ada masalah?”
” Tidak ada apa-apa, bu. Aku hanya tidak mood untuk makan. Sama sekali tidak ada masalah” aku berbohong kembali.
” Apa benar? Tapi ibu bisa menebak dari raut wajahmu. sepertinya kau sedang ada masalah. Ayo coba ceritakan”
” Oh ya? ah aku hanya kecapean saja, bu. Tadi aku diberi tugas banyak sekali. Aku jadi stres deh. Jadi, aku terlihat sangat kacau”
” hem, baiklah. Apa kau mau jalan-jalan?”
” ah tidak , Bu. Aku sedang ingin istirahat di kamarku.”
” Benarkah? Joe, ibu dan ayah besok akan pergi. Mungkin tidak akan pulang dulu selama 3 hari?”
” Ha? memang ibu mau kemana? apa ada acara penting?”
” Iya, kami harus ke Canada. Ada pertemuan penting, dan kami harus tinggal disana selama 3 hari.”
” Apa aku boleh ikut,bu?”
” Tidak sayang, maafkan ibu. Ini hanya untuk Mahasiswa dan Mahasiswi saja. Tapi ibu janji, sepulang dari Canada ibu akan memberikanmu surprise. “
” Benarkah? oke aku mengerti.”
” Terimakasih, anakku.”
Masalah kembali bertambah, aku sudah terbebani oleh Daniel dan kini aku ditinggal selama tiga hari? oh tuhan, salah apa aku selama ini?. Mungkin ini cobaan untukku, aku harus tetap sabar menjalani semua ini.
***
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Aku bersiap untuk pergi ke sekolah. Dan bersiap untuk ditinggal selama tiga hari. Sedih rasanya tiga hari oleh orangtua. Meskipun aku sudah biasa ditinggal oleh kedua orangtuaku. Tapi kali ini rasanya berat. Mungkin, ini efek dari perasaanku yang sedang labil. Aku harap, orangtuaku cepat pulang dengan selamat.
Orangtuaku siap untuk berangkat, aku pun bersiap untuk pergi ke sekolah. Kami turun bersama ke Lobby. Aku berpelukan dengan kedua orangtuaku. Setelah berpelukan, orangtuaku langsung berangkat. Aku melambaikan tanganku pada mereka.
Setelah orangtuaku pergi, tak lama handphoneku bergetar. Daniel mengirimkan pesan padaku. Dia mengatakan, dia tidak bisa menjemputku karena harus mengantarkan orangtuanya ke airport. Berarti aku harus pergi sendiri ke sekolah. Untung saja saat itu masih jam 6 pagi waktu setempat. Jadi, aku masih punya 1 jam untuk pergi ke sekolah.
Aku mulai berjalan ke perempatan mencari taksi. Saat aku sampai di perempatan, di situ ada seseorang yang tak asing bagiku. Setelah aku perhatikan, ternyata dia David. Aku berpura-pura tidak melihatnya. Karena aku tau jika aku melihatnya, bisa-bisa aku ditawari pergi bersama. Tapi, itu sebenarnya bukan masalah. Hanya saja, aku takut Daniel tahu, kalau Daniel tahu bisa kena marah aku. Cuman, yang aku tak habis pikir. Kenapa David bisa ada disini? memang rumahnya dimana? apa di dekat sini?. Saat pertanyaan itu muncul, aku kembali melamun. Ternyata David melihatku, dan dia membangunkaku dari lamunan.
” Joe? apa kau melamun?”
” Apa? ha? melamun?”
” Sudah kuduga. Kau melamun, Joe.”
” Benarkah? ahahaha maaf”
” kenapa harus minta maaf? santai saja. Kau pergi sendiri?”
” Ah, iya. kenapa kau disini? Rumahmu di dekat sini?”
” Dari kemarin aku berangkat dari sini. Ya, aku tinggal di apartemen yang itu.” dia menunjuk apartemen sebelah apartemen ku.
” Apa? kau tinggal disana?”
“iya. Ada apa?”
” tidak. tidak”
” ooh baiklah. kau mau pergi dengan apa?”
” Taksi, kau?”
” sepeda. “
” aah begitu. lalu kenapa kau tidak pergi?”
” aku menunggumu sampai kau dapat taksi”
” aaah tidak usah nanti kau terlambat”
” tidak apa-apa”
Tiba-tiba saja, taksi yang lewat dekat perempatan penuh semua. Hey, ada apa ini? pikirku. Apa semua orang tiba-tiba harus pergi naik taksi? ah sudahlah aku tidak beruntung. David masih menemaniku. Aku jadi merasa tidak enak. Aku melihat jamku. Oh tuhan, ternyata sudah pukul 6.15. Jalanan macet, aku yakin aku bisa terlambat ke sekolah.
” joe, ini sudah jam 6.15 kau bisa terlambat”
” iya aku tau. kau juga bisa terlambat. lebih baik kau pergi”
” Tidak, sudahlah. Ayo ikut denganku”
” Apa? bagaimana bisa? “
” naik saja ke sepedaku”
” sepedamu hanya ada boncengan berdiri bukan duduk”
” iya, tidak apa apa. naiklah cepat “
” aku berat, kau bisa cape”
” tidak apa-apa ayo cepat”
Aku terdiam, tidak tahu harus bagaimana. Disaat seperti itu aku masih saja berpikir. Aku takut Daniel memarahiku. Tapi mau bagaimana lagi, kalau aku tidak ikut dengan David aku bisa terlambat. Aku terus berpikir. David yang kehabisan waktu menarik tanganku dan membisikan sesuatu. ” sudah, tidak apa-apa Joe. aku mengerti. Jika Daniel marah padamu. Aku akan berbicara padanya. Percayalah”. Setelah bisikan itu, aku refleks naik ke sepeda David. Dia melaju kencang. Membelah kemacetan di New York. Aku berpegangan pada pundak David. Untung saja aku sudah biasa naik sepeda seperti ini. Jadi, meskipun David ngebut, aku masih bisa menjaga keseimbangan. Kami beruntung, kami datang tepat waktu.
6.45 Kami sampai di sekolah. David memarkirkan sepedanya. Aku berterimakasih pada David. Jika dia tidak ada, mungkin aku akan terlambat. Aku meminta izin pergi ke kelas duluan. Karena aku takut Daniel melihat ini. Tapi, David malah menarik tanganku. Dan mengatakan tetap bersamanya. Aku merasa tidak enak. Jadi aku menunggunya.
Kami memasuki kelas bersamaan. Saat aku berharap Daniel menungguku, ternyata dia terpaku pada Lily. Apa maksudnya? aku berharap padanya tapi dia malah seperti itu. Aku terdiam, berhenti di depan meja Daniel. Daniel sama sekali tidak menyadari kedatanganku. Aku terus berdiri di depan mejanya. Sampai akhirnya David berdiri di hadapan Daniel.
” Daniel, apa kau tidak menyadari kalau Joe ada di dekatmu ?”
” Dia sudah datang?”
” iya ! dia berdiri di dekat mejamu ! menatapi kau yang sedang memperhatikan Lily !” bentak David
Daniel melihatku
” Maafkan aku Joe, aku tidak bermaksud…” David memotong
“Cukup ! Apa kau tega?”
” Apa urusanmu David? Jangan ikut campur !” Daniel berdiri
” Daniel ! coba kau pikirkan bagaimana perasaan Joe !”
” Aku lebih tau daripada kau ! tau apa kamu tentang Joe !”
” Cukup ! aku tidak mau mendengar kalian berkelahi. Hanya gara-gara aku ! aku disini hanya untuk belajar. Bukan untuk bertengkar. Dan kau Daniel ! pulang sekolah aku harus bicara padamu !”
Aku tidak kuat melihat semua itu. Aku berteriak. Keraguanku saat itu terjawab sudah. Dugaanku benar. Entah apa yang selanjutnya akan terjadi. Apa mungkin aku dan Daniel harus berakhir? Jika aku harus mengakhirinya, apakah ini berarti aku bukan yang terbaik untuknya?. Ini semua membuat aku sedih. Aku masih berdiri, aku menunduk. Air mata keluar dari mataku. Mengeluarkan kesedihan yang terpendam. David dan Daniel bertukar pandangan. Mereka berdua ingin menenangkanku. David memegang tanganku. Disusul oleh Daniel. Tapi aku sepertinya sudah tidak ingin disentuh oleh Daniel. Aku melepaskan genggamannya. Aku pergi bersama David. Duduk sebangku dengannya.
Daniel memberikan tatapan kosong. Seolah tak percaya aku memilih David. Orang yang baru saja aku kenal, dibandingkan dia. Daniel menghempaskan diri ke tempat duduknya. Lily yang melihat itu seolah mencari kesempatan. Dia mendekati Daniel. Tapi Daniel ingin sendiri. Dia mengusir Lily. Dia terus termenung.
Pelajaran pun dimulai. Aku sama sekali tidak ingin melihat Daniel. Jadi aku terus mencoba fokus pada pelajaran. David memperhatikanku. Dia tersenyum senang, karena aku sudah tidak terbawa perasaan. Namun, walaupun aku terlihat fokus pada pelajaran, sesungguhnya didalam hatiku aku berteriak. Hatiku sakit, tidak tertahankan. Wajahku menyamarkan perasaanku.
Aku melewati waktuku di sekolah bersama David. Sampai akhirnya bel pulang pun berbunyi. Menandakan sudah waktunya aku berbicara pada Daniel. Aku mempersiapkan mentalku, bersiap menerima segala keputusan yang harus aku terima. Menerima segala pembicaraan yang mungkin akan menyakitiku. Aku memang marah, tapi mesipun aku marah, aku tetap sayang padanya. Jadi, jika aku harus berakhir dengan Daniel, aku harus menerimanya. Berpikirlah, mungkin aku bukan yang terbaik untuknya. Tapi, bagaimanapun keputusannya nanti. Walaupun aku tahu itu sakit, aku harus tetap tegar dan menerimanya.
Jadi, apa yang akan aku katakan nanti? yang jelas aku akan menanyakan pertanyaan yang sama saat aku memikirkannya.
BERSAMBUNG
Np : Jika ada kesamaan tokoh, harap di maklumi terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H