Tiba-tiba saja, taksi yang lewat dekat perempatan penuh semua. Hey, ada apa ini? pikirku. Apa semua orang tiba-tiba harus pergi naik taksi? ah sudahlah aku tidak beruntung. David masih menemaniku. Aku jadi merasa tidak enak. Aku melihat jamku. Oh tuhan, ternyata sudah pukul 6.15. Jalanan macet, aku yakin aku bisa terlambat ke sekolah.
” joe, ini sudah jam 6.15 kau bisa terlambat”
” iya aku tau. kau juga bisa terlambat. lebih baik kau pergi”
” Tidak, sudahlah. Ayo ikut denganku”
” Apa? bagaimana bisa? “
” naik saja ke sepedaku”
” sepedamu hanya ada boncengan berdiri bukan duduk”
” iya, tidak apa apa. naiklah cepat “
” aku berat, kau bisa cape”
” tidak apa-apa ayo cepat”
Aku terdiam, tidak tahu harus bagaimana. Disaat seperti itu aku masih saja berpikir. Aku takut Daniel memarahiku. Tapi mau bagaimana lagi, kalau aku tidak ikut dengan David aku bisa terlambat. Aku terus berpikir. David yang kehabisan waktu menarik tanganku dan membisikan sesuatu. ” sudah, tidak apa-apa Joe. aku mengerti. Jika Daniel marah padamu. Aku akan berbicara padanya. Percayalah”. Setelah bisikan itu, aku refleks naik ke sepeda David. Dia melaju kencang. Membelah kemacetan di New York. Aku berpegangan pada pundak David. Untung saja aku sudah biasa naik sepeda seperti ini. Jadi, meskipun David ngebut, aku masih bisa menjaga keseimbangan. Kami beruntung, kami datang tepat waktu.