Mohon tunggu...
Aisyatul Fitriyah
Aisyatul Fitriyah Mohon Tunggu... -

mahasiswa ulul albab,berjiwa pancasila

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari 'Cha' untuk 'Nji'

7 November 2016   13:47 Diperbarui: 7 November 2016   13:53 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

      “Nji.. Panji, kamu mau kemana?” panggilku. Aku mengejar langkahnya, meraih pundaknya. Dia menoleh dan menunjuk ke panggung pertunjukan. Pertunjukan siap digelar. Dutta sudah berdiri disana menyapa penggemarnya. Malam ini Dutta akan mempersembahkan sebuah monolog. Penonton yang sedari tadi menunggunya antusias menyaksikan pertunjukan Dutta. Kulirik pelukis yang ternyata bernama Panji di sebelahku. Ternyata langkahnya sudah menjauh pergi dariku. Aku berbalik mendekati panggung pertunjukan menyaksikan persembahan monolog dari Dutta. Di akhir penampilannya dia mengakhirinya dengan sebuah puisi yang membuat penggemarnya bertepuk tangan dan ketagihan akan menyaksikan penampilanya lagi,

“… namamu pun rupanya tak mau kalah, masih tetap tersimpan di hati ini sejak waktu mempertemukan. Akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan.., ruh-ku bertasbih pada Tuhan semesta alam. Isyarat cinta kepadaNya dan kepadamu…”(puisi Reza Rahadian di film Ketika Tuhan Jatuh Cinta)

      Dutta penyair yang luar biasa, wawasannya begitu luas membuatnya serba bisa dalam berkarya. Totalitas yang tanpa batas ia tawarkan dalam bentuk mahakarya yang hebat. Ketika dia menampilkan aksinya di pentas aku melihat aura itu murni terpancar berkialuan dari sorot matanya. Tak jauh berbeda dengan ketika aku mengamati Panji melukis aura yang sama juga murni terpancar berkilauan dari sorot matanya. Bukankah orang bijak berkata bahwa mata tidak pernah berbohong ?

      Aku bercerita tentang penampilan Dutta yang memukau ketika di taman Adipura dan perkenalanku dengan Panji pada bibi Fit. “Sekarang Pancha sudah punya teman baru. Waahh, semakin kerasan ya di rumah bibi..” ujarnya. Kemudian bibi Fit memberi kejutan yang tak kuduga duga sebelumnya. Bibi Fit menyodorkan sebuah buku kesannya seperti buku lama, “Lumayan mengisi waktu luang dengan membaca. Itu buku karya seniman hebat seperti Dutta yang bibi beli sewaktu kuliah di Malang. Karya Sujiwo Tedjo…”

      Bibi Fit duduk bersebelahan denganku wajahnya yang ranum tersenyum hangat padaku. Kemudian bibi melantunkan sebuah lagu jawa, kutebak pasti lagunya Sujiwo Tedjo,

“Anut runtut tansah reruntungan, munggah mudhun gunung anjlog samudra…” (Sudjiwo Tejo)

      Tak pernah aku bayangkan bibi Fit yang asli Madura tulen bisa bernyanyi tembang jawa yang sulit. Padahal lidanya, lidah orang Madura tapi fasih nyinden dengan medhok yang sempurna. Skenario Tuhan memang mahadahsyat mempertemukan aku dengan beragam manusia dengan segala keunikannya di sudut bumi ini. Speechless. Hari hari berikutnya akan ada kejutan apalagi ?

# # #

      Panji menepati janjinya dia sudah datang lebih awal di taman Adipura pada malam minggu malam pesta rakyat bagi warga Sumenep. Aku sudah faham dimana aku bisa menemuinya di bangku tempat dia melukis seperti biasanya. Dia hanya membawa ransel dan mengenakan topi pet-nya, tidak kulihat peralatan lukis seperti kanvas, kuas, cat dan lukisannya yang lain. Dia peka dengan kebingunganku dan tanda tanya di benakku, tak mengulur waktu di mengajakku duduk. Pada detik berikutnya dia memberitahuku bahwa dia akan mengajariku bahasa isyarat.

      What ?? Isyarat ?? Apakah itu sulit untuk dipelajari, apa sanggup mengerti dan bisa melakukannya?

      Begitulah rentetan pertanyaan yang bergentayangan pada awal aku memulainya. Tidak ada sesuatu yang mudah sebelum diaksanakan. Tidak ada yang bisa menerka sulit atau mudah sebelum kita memulainya. Dan aku tidak berusaha sendirian Panji sangat sabar serta telaten mengajariku. Meskipun berawal dari banyak kesalahan yang aku lakukan, Panji hanya tertawa kecil dan kembali mengalirkan energi positif padaku untuk terus mencobanya lagi, lagi, dan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun