Mohon tunggu...
Aisyatul Fitriyah
Aisyatul Fitriyah Mohon Tunggu... -

mahasiswa ulul albab,berjiwa pancasila

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari 'Cha' untuk 'Nji'

7 November 2016   13:47 Diperbarui: 7 November 2016   13:53 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

      “Bagaimana dengan hubungan kita, Cha?” suara Pandu melunak seakan mengiba.

      “Sudah selesai Pandu” jawabku tanpa menoleh ke arahnya.

      “Cha, bukankan kita saling mengenal sejak kecil. Kita bermain bersama, bersekolah bersama, berproses menjadi atlet bersama. Kita pernah utuh dan saling melengkapi. Bagaimana bisa aku akhiri hubungan kita?”

      “Baiklah, aku yang menyelesaikannya” aku bergegas meninggalkan Pandu yang termangu mematung di tempatnya. Semua sudah selesai. Aku memilih hidup menjadi Pancha yang baru. Kenangan yang pernah terjadi biarlah berlalu. Sayangnya, Pandu menjadi bagian dari kenangan yang kuanggap berlalu.

# # #

      Menikmati senja hari di pantai yang sepi. Mendengarkan gemuruh ombak yang menyisakan busa busa buih di pasir. Beserta sensasi sepoi  angin yang mengacak acak rambutku. Menjadikan suasana hati sedikit lebih baik dari sebelumnya. Sang surya berlarian ke peraduan senja menyemburat warna keperakan. Sebentar lagi petang akan datang dan langit mempersembahkan kerlip gemintang yang yang indah. Hamparan gemintang bak manik manik berkilauan, hanya dari mata si Buta ia menyembunyikan sinar indahnya. Aku merasakan sensasi sentuhan di telapak tanganku. Aku menoleh dan Panji sudah duduk bersebelahan denganku.

      “Masih marah?” dia bertanya. “Sudah tiga tahun berlalu luka hatimu belum sembuh?”

      “Maksudmu?” tanyaku tak mengerutkan kening.

      Panji menyerahkan sebuah surat kabar edisi lama padaku. Koran yang memuat berita tentang aku saat tragedi kecelakaan olahraga. Lengkap dengan pernyataan dokter yang menvonis bahwa aku harus gugur mewakili Indonesia berkompetisi di ajang Internasional. Dikemas dengan bahasa media yang terkadang dibumbui agar terkesan dramatis dari kejadian yang sebenarnya. Pasti Pandu yang membawanya kemari surat kabar ini. Aku mendengus kesal melempar Koran yang masih tergulung rapi itu. Lukaku kembali menganga perlahan, ohh Tuhan benarkah ini luka abadi?

      “Ada yang ingin kau ceritakan padaku Cha?” dia bertanya dengan bahasa tangannya yang indah. Kupandangi sorot mataya yang memancar tulus dan meneduhkan.

      Sejenak aku diam. Rasanya terlalu berat menuturkan kembali kenangan pahit itu. “Semuanya terjadi begitu saja Nji, di saat aku belum siap menghadapinya. Aku masih terlalu dini untuk mengalami kenyataan yang sangat berat dan menjelma luka abadi di benakku”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun