Mohon tunggu...
Aisyatul Fitriyah
Aisyatul Fitriyah Mohon Tunggu... -

mahasiswa ulul albab,berjiwa pancasila

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari 'Cha' untuk 'Nji'

7 November 2016   13:47 Diperbarui: 7 November 2016   13:53 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala

sesekali datang padaku

menyuruhku menulis langit birudengan sajakku

(D. Zawawi Imran, 1998)

      “Puisi yang barusaja saya baca teruntuk ibuku dan para ibu yang cantiknya bagai bidadari berselendang bianglala. Juga bagi calon calon ibu yang sedang menikmati pertunjukan malam ini”. Penampilan Dutta membuatku ketagihan dan semakin penasaran dengan karya karyanya yang lain.

      Aku menekuni hobi baru yaitu menulis. Beruntung fasillitas di taman Adipura sangat memadai dan bernilai ergonomis guna menciptakan suasana yang nyaman bagi pengunjung. Tak jauh dari bangku tempatku menulis kulihat seorang pelukis sibuk dengan kanvas dan kuas catnya. Kulirik lukisannya sangat bagus. Dia melukis wajah seorang perempuan dengan warna bibir merona dan berambut ikal panjang. Sesekali pemuda itu melempar senyum pada beberapa orang yang menghampiri dan melihat lukisannya.

      Sepekan telah aku jalani menjadi penduduk baru di kota kecil ini. Aku mulai beradaptasi dengan cepat tentu saja berkat dukungan paman Gun dan bibi Fit serta rekan bermainku yang baru, si kembar Nakula dan Sadewa. Mereka kembar tapi berkarakter unik yang berbeda. Sadewa terlihat lebih vocal, dia memiliki kecerdasan linguistic yang memadai. Hobinya bercerita dan berkomentar apapun yang dilihatnya. Kemampuannya megungkapkan perasaan sangat terlatih dengan baik. Nakula tak kalah unik dia pribadi yang tenang, pemikir dan aku yakin Nakula sangat berbakat menjadi ilmuan atau filosofis dengan kecerdasan intrapersonal yang dimilikinya.

      Suatu kali Nakula menghampiriku membawa gambar seekor burung, “Kak Pancha lihat deh burungnya punya sayap yang indah yaa…”

      “Wahh.. sayapnya cantik sekali. Emm, coba Nakul bayangkan kalau sayap burung ini  terkena panah atau tembak. Apa yang terjadi?” aku memberinya stimulasi untuk dia berfikir.

      “Sayapnya akan rusak dan burungnya jatuh kak. Pasti tak bisa terbang lagi…”

      “Nah.., makanya Nakula sama Sadewa jangan lagi melempar buah manga tetangga sebelah dengan batu yaa. Kalau kena sayap burung yang lewat kan kasian…”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun