"Sampai bintang-bintang itu tidak indah lagi. Kalau kamu mau tidur, silakan. Jangan memaksa untuk berada di sini!"
"Aku masih banyak pertanyaan buat kamu. Kapan kamu siap?"
"Sekarang juga siap!"
"Tapi jangan di situ. Nanti kamu lompat ke bawah saat tidak bisa menjawab pertanyaanku."
"Brengsek! Pertanyaan apa pun juga mampu kulahap."
"Mulia sekali sabdamu!" seru Lumbung.
Mendengar respon Aven yang seperti itu, Lumbung bergegas meletakkan cangkir kopi yang sejak tadi duduk manja di atas telapak tangan kirinya. Ia berjalan ke arah Aven. Lalu dengan cepat menarik bahu kanan Aven.
"Kita duduk di situ, Ven!" Telunjuk Lumbung mengarah tepat ke arah kursi kayu yang berdiri di pojok loteng. Aven tidak menjawab. Ia hanya lekas berdiri dan berjalan menuju kursi kayu itu.
"Kamu mau tanya apa? Kamu kelihatan sangat serius."
"Tidak ada yang serius. Aku hanya ingin tahu, kenapa kamu bisa sampai sini bersama Lalang?"
"Tuhan itu memang Maha Pemberi Kejutan, Mbung! Tuhan mengirim Lalang khusus untuk menemani hidupku."