"Ini bukan berlebihan, Ven. Senja itu penggambaran manusia sesungguhnya. Atau, lebih tepatnya tentang umurnya. Umur manusia itu tidak lebih panjang dari senja. Makanya ada istilah mampir ngombe[2]. Itu adalah penggambaran umur manusia yang sangat pendek." Lumbung memulai kebiasaannya. Ia suka sekali berkhotbah di depan Aven. Asu! Kata Aven berkali-kali.Â
Â
"Sudahlah, Mbung! Ini bukan acara khotbah!" seru Aven cepat.
Â
"Kamu selalu begitu jika diajak bicara serius. Tapi saat diajak membedah tubuh wanita kamu paling antusias. Giliran bertemu langsung malah tiarap!"
Â
"Itu jelas beda, Mbung! Aku penampilan saja yang gila. Tapi sebenarnya aku itu baik hati dan menjadi idaman para mertua yang malang."Â
Â
Mereka terus terkekeh karena kelakarnya sendiri. Di bawah pesona senja yang mulai menghilang ditelan malam, dua manusia itu sedang menikmati kebersamaan yang mahal. Sebuah kerinduan yang terbayar lunas.Â
Â
Gelap pun tiba. Mereka segera beranjak dari beranda. Lumbung menuju Masjid dan Aven menenggelamkan diri di dalam kamar. Dua sahabat dengan karakter yang mustahil disamakan. Tapi hidup memang ajaib dan penuh kejutan. Perbedaan di antara mereka adalah perekat yang sangat kuat.