"Tuh!" Aven menunjuk Lalang yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Loh?" Lumbung hanya bisa bengong. Sejak kapan Aven berpergian dengan seorang wanita?Â
Ada kelegaan yang tergambar dari wajah Lumbung. Aven, sahabat sejatinya sudah mempunyai pendamping hidup. Lumbung bersyukur atas itu semua.Â
Ini merupakan berita yang sangat istimewa bagi Lumbung. Sudah berteman lama dengannya, ia tidak pernah melihat sekalipun Aven dekat dengan seorang perempuna. Ganjil? Ajaib? Kejutan Tuhan? Ibu harus segera tahu!Â
"Lalang. Ia aku ajak untuk bertemu denganmu. Tapi yang menjadi tujuan kami bukan kamu. Kami hanya ingin makan kenyang. Pecel tumpang Pak Djan masih menjadi legenda?"
"Lalang aku sewakan ojek. Hargai perempuan melebihi kamu menghargai dirimu!" bisik Lumbung di telinga Aven.Â
"Asu!"Â
Lalu Aven tersenyum dan terlihat membetulkan kerah kemejanya yang tertarik oleh tangan Lumbung. Aven sudah hafal dengan kesokbijakanya. Masih kolot. Sejak dulu begitu. Mirna pernah salah paham. Ia takut bertemu Lumbung. Takut tidak bisa memakai pakaian seksi. Dan juga mengejar duda. Pacaran. Ciuman. Neraka. Neraka semua.
"Lumbung!" Lumbung mengulurkan tangan mengenalkan diri.
"Lalang!" jawab Lalang sambil membalas uluran tangan Lumbung. Aven tidak tinggal diam.Â
"Sudah jangan lama-lama, Gus. Eh Pak Ustaz. Bukan muhrim!"