Pada masa ini disebut dengan Soca murca saking embanan yang dalam terjemah leterleknya 'permata yang terlepas dari cincinnya'.
Masa terang yang biasanya kering: sinar matahari 76 % kelembaban udara 60,1 %, curah hujan 67,2 mm, suhu udara 27,4 oC. Pada masa ini manusia merasa ada sesuatu yang hilang dalam alam, walau cuaca sedang terang.
Masa ini menandai dedaunan yang yang mulai mengering menjelang akhir bulan Juni. Kemarau mulai terasa dan kegiatan panen telah usai sehingga keadaan ini dimanfaatkan oleh petani untuk membersihkan sisa-sisa panen dan menebar pupuk organik dan waktu yang cocok untuk menanam palawija.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa masa ini baik untuk mengawali atau melakukan pekerjaan karena semuanya akan selamat dan membuahkan hasil yang menggembirakan.
2. Karo (poso) 2 Agustus - 24 Agustus terjadi dalam 23 hari
Kemudian pada masa ini disebut dengan Bantala rengka yang ditandai dengan panas terik dan tanah sawah mulai rekah (Jawa; mletak), pasokan air berkurang dan hal ini juga ditandai dengan mulai keluarnya daun muda di pucuk pohon mangga, rambutan sampai pohon randu dan tradisi lisan Jawa menyebutnya dengan 'Kamididing'.
Dalam masa ini akan ditemui pertengkaran dan halangan besar. Hawa menjadi panas, curah hujan menjadi 32,2 mm.
3. Katelu 25 Agustus - 17 September terjadi dalam 24 hari
Masa ini disebut Suta manut ing bapa yang berarti 'anak mengikuti orang tuanya', hal ini sebagai penanda bahwa 'suta' yang diartikan sebagai anak ialah kiasan dari tumbuhan menjalar seperti ubi dan kacang panjang.
Kemudian kata 'bapa' ialah berarti kayu atau bambu untuk tumbuhnya tanaman menjalar tersebut. Hanya saja curah hujan naik lagi menjadi 42.2 mm. Sumur- sumur mulai kering dan angin yang berdebu. Saat ini kemarau semakin mengeringkan segala sesuatu namun palawija sudah siap di panen pada akhir masa ini.Â
4. Kapat (sitra) 18 September - 12 Oktober terjadi dalam 25 hariÂ