Mohon tunggu...
Ahmad Ridho
Ahmad Ridho Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Resensi Buku Fiqih "Munakahat" Dedi Supriyadi

29 Mei 2018   13:36 Diperbarui: 29 Mei 2018   13:53 2412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Perwalian Dalam Pandangan Empat Madzhab dan Kompilasi Hukum Islam

 

            Dalam bab ini terdapat pemgakajian Perbandianga Pendapat anatara Imam Abu Hanifah dengan Jumhur ulama (Maliki, Syafi'i dan Hanbali) Pendapat Imam Abu Hanifah Di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat di dalam harus atau tidak adanya wali dalam nikah, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa sah nikah wanita dewasa yang berakal tanpa adanya wali, wanita dewasa dapat menjadi wali dalam nikahnya juga nikah wanita lain, dengan syarat calon suaminya sekufu, dan maharnya tidak kurang dari mahar yang berlaku pada masyarkat sekitar. Apabila wanita itu menikah dengan orang yang tidak sekufu dengannya maka walinya boleh membatalkan nikah.
Adapun argumentasi yang diajukan oleh Abu Hanifah dan Abu Yusuf adalah Nash Quran surat al Baqarah ayat 232 yang artinya : Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya...(al-Baqarah: 232)
Kekurangan dan kelebihan dari pendapat Abu Hanifah adalah : Kekurangan : jika nikah tidak diharuskan dengan adanya wali, maka akan banyak orang-orang yang menikah seenaknya tanpa izin wali yang bersangkutan. - Kelebihan : pendapat Imam Abu Hanifah tentang wanita boleh menikahkan dirinya sendiri mengangkat derajat wanita kepada derajat yang lebih terhormat, dimana wanita pada pergeseran zaman dan keadaan mengalami perkembangan sehingga wanita berada pada posisi yang sama dengan laki-laki.
Pendapat Jumhur (Imam Syafi,i, Maliki dan Hanbali), Pendapat jumhur ulama (Imam Syafi'i, Maliki dan Hanbali) berpendapat bahwa nikah tidak sah tanpa adanya wali. Sebagian besar ulama fikih berpendapat bahwa seorang perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri atau orang lain. Jika dia menikah tanpa wali, maka pernikahannya batal atau tidak sah. Dan ini merupakan pendapat banyak sahabat seperti Ibnu Umar, Ali Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Aisyah r.a. Dan begitu juga menurut Said bin Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Jabir bin Zaid, Tsauri, Ibnu Abi Layla, Ibnu Syibrimah, ibnu Mubarok, Ubaidullah bin Anbari, Ishaq dan Abu Ubaidah
Asy-Syafi'i menggunakan hadis ahad yang menyatakan tidak sah suatu pernikahan kecuali atas izin walinya."La nikaha illa bi wali." Sedangkan Abu Hanifah, tidak mau menerima hadis ini karena dinilai tidak memenuhi syarat untuk dijadikan hujjah atau dalil. Sebabnya, menurut Abu Hanifah, sebuah hadis yang bisa diterima haruslah mencapai tingkatan mutawatir, yaitu hadis Nabi yang tidak mungkin terjadinya penipuan atau kebohongan atas hadis yang dibawa.

 

Kekurangan dan kelebihan dari pendapat Jumhur ulama (Imam Syafi'i, Hanbali dan Maliki) adalah :

 

Kekurangan : adanya diskriminasi terhadap perempuan dimana ia tidak boleh melakukan transaksi untuk dirinya, serta menganggap wanita berada pada derajat yang lebih rendah dari pada kaum pria.

 

Kelebihan : adanya rasa aman yang timbul sebab adanya izin dari wali, sebab pernikahan merupakan sebuah pilihan hidup yang akan dijalani seseorang, maka wanita dengan pilihan hidupnya harus berdasarkan pengetahuan wali.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun