Mohon tunggu...
Ahmad Heru
Ahmad Heru Mohon Tunggu... wiraswasta -

penyuka kereta api, pengagum danau dan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak-anak Langit

16 November 2013   22:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:04 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Sebenarnya saya salah satu anggota komuniotas Anak Langit lho kak....?”

“Wah kebetulan ya, siapa namamu?”

“Hee, iya, namaku Saglik kak!... kakak pasti mau ketemu Kak Hakim dan Kak tazkiya, kan?”

Tidak lama mereka tiba ditempat yang dituju, di bantaran tepi sungai cisa done, nampak di kejauhan ada saung bambu yang lumayan tertata.. ada sekelompok orang yang sedang guyub disana... di komunitas anak langit.

***

Didalam saung bambu yang terbuka. Berkumpul lah mereka para Aktivis dan anggota komunitas Anak Langit... Ada seorang pria yang berkaos abu-abu sedang berdiri di tengah yang lainnya, sementara dibelakangnya ada sebuah kanvas lukisan, berukuran kira-kira satu kali satu setengah meter, yang sedang ditunjuk-tunjuknya. Dalam formasi setengah lingkaran... pria itu sedang berpuisi? Entah sedang bercerita dia itu... atau entah apa?

Disisi lain, ada Jun yang baru saja datang bersama bocah yang kukenal sebagai salah satu anggota komunitas ini juga, mereka tak segera masuk, karena tak ingin mengganggu suasana mungkin?

“Sebagai seorang mantan gelandangan aku mengenal hampir tiap inci kota ini. Mulai dari gedung balai kota yang mewah, sampai kepada sudut perkampungan yang kumuh dan kotor. Mulai dari taman kota yang indah, sampai kepada tempat pembuangan akhir yang jorok dan busuk. Aku hafal semua itu, seperti hafalnya aku pada bau keringat ditubuhku sendiri,” kemudian lanjutnya....

“Tapi kali ini, dalam tarian kanvas senjaku, aku ingin menceritakan sebuah tempat yang mungkin tak pernah terbayang, bahkan dalam mimpi kalian sekalipun. Tempat itu bernama Bantown.”

“Kisah ini rahasia dalam rahasia. Kisah ini, Awalnya hanyalah sebuah cerita dari mulut ke mulut sesama kaumku. Lalu ibarat bangkai tikus di tong sampah yang baunya menguap ke udara, berita ini lantas menyebar tak terkendali, meluas di kalangan kami semua. Tapi anehnya hanya kami, atau setidaknya hanya aku, orang yang mau repot-repot ambil pusing mengenai hal rahasia itu.” Kata laki-laki berkaos abu-abu itu, lalu sebentar ia terdiam...

“Ayoo.. dilanjutkan ceritanya bang Samboja.”... pinta mereka serempak pada laki-laki berkaus abu-abu yang ternyata bernama Samboja itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun