Seorang mendekat, namun yang lain cuek seolah tak hirau saja.
“Tau kak, itu dekat komplek pemakaman cina disana, Tanah Gocap, setelah jembatan sungai Cisa done itu...”
Si lelaki pengamen menunjuk ke sebelah barat dari jalan raya.
“Tolong antarkan saya, mau? Ya... nanti saya kasih ongkos...”
“Siiipp... bonceng ya Kak?”
Sang Mahasiswa mengangguk, lantas melecut sela vesva bututnya beberapa kali, vespa mengepulkan asap putih bercampur hitam, Glutaak! masuk gigi... grrruuuungg... merekapun meluncur kearah yang dimaksud.
Tanpa di undang mereka menyergap. Serombongan trantib tiba-tiba saja datang, mengejar serombongan lelaki dan wanita gepeng[1] yang tadi ada bersama si lelaki pengamen, yang kini lebih beruntung itu, ia telah pergi bersama mahasiswa penunggang vesva. Mereka para gepeng, spontan pada berhambur. Kabur lari terbirit. Mabur begitu saja.... tak tertangkap jejak mereka. Menyelinap dibalik klakson dan ingar bingar kendaraan... mereka hilang seperti angin kaget..., dan para trantib pun berhenti menyergap, lantas pergi mengejar target lain dijalan lain...
“Untung saya mau mengantar Kakak ya, coba jika tidak? saya pasti sudah diciduk trantib, makasih ya kak...?
“Iya, panggil saya Jun.. Junaidi.”
“Iya kak Jun...” katanya kemudian, “Ah.. Iya, Kak Junaidi!, ngomong-ngomong ada apa kakak menanyakan komunitas Anak Langit?”. Tanya lelaki pengamen diatas vesva Junaidi yang sedang meluncur.
“Oh... ini saya mau ketemu dua orang kawan saya, sedang ada pelatihan menjahit disana katanya, saya diundang untuk berbagi pengalaman...