Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ranti (2/3)

23 Juli 2022   10:01 Diperbarui: 23 Juli 2022   10:04 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa sebulan lebih telah berlalu sementara Ranti masih bekerja di rumah itu. Meski sempat dilanda gundah-gulana, ia masih tetap bertahan. Apa yang sempat dikhawatirkannya dan juga Bagas, tampaknya tidak terjadi lagi.

Kondisi rumah itu kini senormal rumah pada umumnya. Meski begitu, seperti janjinya ke Bagas, ia tidak akan ragu lagi untuk mengundurkan diri jika memang sudah tidak menghendaki pekerjaan itu lagi.

Tidak seperti biasanya, hari itu Ranti datang kerja pada siang hari dikarenakan ada bimbingan skripsi yang ia ikuti paginya. Sebelumnya ia sudah menyampaikan hal itu ke Bu Hilda. Beruntung sang majikan sangat pengertian. Sembari berterima kasih atas hal tersebut, Ranti lalu memperoleh pesan darinya untuk membersihkan kembali lantai atas.
 
Selepas dari kampus, ia langsung ke tempat kerjanya dengan membawa tas dan seluruh tugas kuliahnya. Itu kali kedua Ranti diberi amanat membereskan lantai atas. Meski pernah dibersihkan sebelumnya, kondisinya kali ini cukup kotor tapi tidak separah kali pertama.

Baca juga: Ranti (1/2)

Menyaksikan kembali ruangan itu dengan kondisi fisik yang lelah, terbersit dalam benaknya berbagai pikiran. "Bagaimana jika tugas ini tidak diselesaikan? Atau malah tidak dikerjakan? Apakah Bu Hilda akan tahu? Bukankah Pak Pondi, si tukang kebun, mengaku bekerja tapi kenyataannya tidak demikian? Bahkan hebatnya ia tetap menerima gaji."

Saat pikiran itu terlintas, HP-nya mendadak bergetar tanpa nada dering. Sebuah SMS mengejutkan dari Bu Hilda masuk. "Pekerjaan ini bersifat trust. Jangan pernah dirusak! Sekali saja rusak, sulit untuk diperbaiki."

Terkejut dengan pesan itu, dirinya bertanya-tanya. "Bagaimana mungkin Bu Hilda tahu apa yang sedang ku pikirkan? Tidak, tidak! Ini hanya kebetulan saja. Aku hanya lelah tapi aku sadar sepenuhnya dengan tugasku dan aku akan bertanggung jawab melakukannya."

Dia pun mengerjakan tugasnya. Setelah selesai, ia bersiap hendak pulang. Jam di HP-nya menunjukkan pukul 15:03 saat rintik hujan mulai turun. Berharap segera berhenti, hujan yang turun malah semakin deras. Rasa kantuk yang tak tertahankan akibat begadang mengejar deadline skripsi semalaman ditambah keletihannya setelah sibuk dengan aktivitas seharian, membuatnya mengantuk berat lalu jatuh tertidur.

Baca juga: Mirna (1/2)

Terbangun dengan perasaan aneh, ia tak percaya telah terlelap di rumah itu. "Aku benar-benar tertidur pulas," ucapnya setelah melihat jam 17:14 di HP-nya.

Baca juga: Meisje (1)

Ia terheran-heran saat mendapati semua lampu yang ada di setiap ruangan sudah menyala. Tak cuma itu, seluruh gorden di ruang tamu telah tertutup rapat. Membuatnya bertanya-tanya siapa yang telah melakukan itu semua.

Saat hendak menuju jendela depan, pandangannya tertuju sesaat pada cermin besar yang ia lewati. Cermin itu kembali tertutupi debu. Kejanggalan mulai terasa namun ia tidak acuh akan hal itu. Dengan segera ia mendekat ke arah gorden dan mengintip dari baliknya. Diluar terlihat sudah tidak hujan lagi. Hatinya lega akan hal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun