Diiringi hangatnya sinar mentari pagi, perempuan muda itu tampak bersemangat saat menyusuri jalan yang beraspal rata itu. Sambil sesekali melepas pandangan ke kanan dan kiri, ia memperhatikan sekelilingnya dengan saksama. Tak lama kemudian langkahnya terhenti di depan sebuah rumah. Ia menatap lekat-lekat rumah tersebut.
"Nomor 88! Tidak salah lagi," ujarnya memastikan sambil melihat alamat di HP-nya.
Di malam sebelumnya, setelah berpikir panjang ia akhirnya memutuskan menerima tawaran itu. Meski sempat maju mundur, ia sudah merasa bulat dengan keputusannya. Alasannya sederhana, penasaran. Tanpa mencoba, ia tidak akan pernah tahu dan selamanya akan dibayang-bayangi oleh rasa penasaran.
Dari luar, rumah tua dua lantai itu terlihat kurang terawat. Kesan terbengkalai dan telantar spontan langsung muncul. Sontak suasana hatinya mendadak berubah. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada rencana awal yang telah dibuat.
Dengan langkah pasti, ia menuju pintu pagar rumah yang tingginya mencapai dua meter itu. Saat diperhatikan, pintu gerbang swing-nya ternyata tidak dislot.
"Mungkin sengaja dibiarkan seperti itu karena si tuan rumah tahu jika ada tamu yang akan berkunjung hari ini," gumamnya.
Tanpa meminta izin lebih dulu, ia putuskan untuk langsung masuk. Pintu gerbang besi yang sudah berkarat itu cukup seret saat hendak dibuka sehingga menimbulkan suara berderik. Suasana hatinya kembali berubah saat melangkah masuk ke pekarangan rumah yang tampak penuh rumput dan tanaman liar.
Sambil meyakinkan kembali dirinya, ia mengetuk pintu rumah itu. Setelah beberapa saat menunggu, tiba-tiba saja. "Sreeek!" Pintu rumah itu terbuka. Berharap si tuan rumah muncul dan  menyambut dirinya, yang terjadi malah sebaliknya. Tak ada siapapun yang terlihat.
"Halo! Permisi! Apa ada orang?" ulangnya beberapa kali dengan nada cemas tetapi tidak mendapat jawaban.
Belum hilang kekagetannya, ia mendadak dikejutkan oleh seseorang yang mendekatinya dari belakang tanpa disadari.
"Ehm!" sapa pria itu.