Mohon tunggu...
Ahmad BurhanZulhazmi
Ahmad BurhanZulhazmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM : 55523110040 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas : Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 - Memahami Peluang dan Tantangan Perpajakan Controlled Foreign Corporation di Indonesia, Pendekatan Teori Pierre Bourdieu

26 November 2024   09:19 Diperbarui: 26 November 2024   09:55 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : PPT Prof. Apollo

Di sisi lain, pemerintah sebagai aktor dalam arena ini memiliki kekuasaan untuk merumuskan kebijakan perpajakan dan mengatur praktik perpajakan.

Pemahaman Dasar tentang Controlled Foreign Corporation (CFC)

Controlled Foreign Corporation (CFC) adalah istilah yang merujuk pada perusahaan yang didirikan di luar negeri tetapi dikendalikan oleh pemegang saham yang merupakan warga negara atau entitas dari negara asalnya. Dalam konteks perpajakan, CFC menjadi penting karena dapat memengaruhi kewajiban pajak perusahaan dan pendapatan negara asal.

Controlled Foreign Corporation (CFC) merupakan entitas yang memiliki karakteristik khusus, di mana lebih dari 50% sahamnya dimiliki oleh pemegang saham yang merupakan warga negara atau badan hukum dari negara asal. Misalnya, jika sebuah perusahaan Indonesia memiliki lebih dari 50% saham di perusahaan yang didirikan di Singapura, maka perusahaan tersebut dapat dianggap sebagai CFC. 

CFC biasanya didirikan di negara-negara yang menawarkan tarif pajak yang lebih rendah atau insentif pajak tertentu, sehingga perusahaan dapat mengurangi beban pajak mereka secara keseluruhan.

Di Indonesia, pengaturan mengenai CFC diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh, yang mencakup ketentuan tentang pelaporan dan kewajiban pajak bagi wajib pajak yang memiliki CFC  sebagai berikut:

"Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • besarnya penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
  • secara bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor."

Salah satu tujuan utama dari pengaturan ini adalah untuk mencegah penghindaran pajak yang dapat merugikan pendapatan negara. Dalam UU PPh, terdapat ketentuan yang mengharuskan wajib pajak untuk melaporkan pendapatan yang diperoleh dari CFC, meskipun pendapatan tersebut belum dibagikan kepada pemegang saham. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pendapatan yang dihasilkan oleh CFC tetap dikenakan pajak di negara asal pemegang saham.

CFC sering kali digunakan oleh perusahaan multinasional sebagai strategi untuk menghindari pajak yang lebih tinggi di negara asal. Dengan memindahkan keuntungan ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah, perusahaan dapat mengurangi kewajiban pajak mereka secara signifikan. Misalnya, perusahaan yang beroperasi di Indonesia dapat mendirikan CFC di negara-negara seperti Singapura atau Hong Kong, di mana tarif pajak korporasi lebih rendah. Dengan cara ini, perusahaan dapat mengalihkan pendapatan dan keuntungan mereka ke CFC, sehingga mengurangi pajak yang harus dibayar di Indonesia.

Meskipun pengaturan mengenai CFC bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak, tantangan tetap ada dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah kompleksitas regulasi perpajakan yang sering kali membingungkan bagi perusahaan. 

Banyak perusahaan yang kesulitan untuk memahami dan mematuhi peraturan yang berlaku, yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan dan penghindaran pajak. Selain itu, masalah transparansi dalam laporan keuangan perusahaan CFC dapat menyebabkan penghindaran pajak yang merugikan pendapatan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun