“Dasar gemblung! Jangan coba-coba menggangguku karena aku punya kakak yang salah koordinat. Ia seharusnya dilahirkan dan dibesarkan di kandang pit bull.”
“Tapi keris kanoman itu apa? Kenapa saya baru dengar? Apa itu jenis keris model tertentu?”
“Yang penting bundesliga tetap jaya, Bro. Urusan yang lain ga peduli. Adik kelas mana adik kelas…?!”
“Hak… hak… hak…! Siapa itu yang manggil-manggil saya? Mau tek timpuk pake bidak-bidak catur andalan saya apa? Hak… hak… hak…!”
***
Tap! Tap! Tap! Tap! Tap!
Satu persatu sosok manusia gagah mendarat di hadapan Bay, yang tanpa basa-basi langsung merangkul pundak Bay sambil berteriak-teriak dengan amat hingar.
“Hahaha…! Dicari kemana-mana tak ketemu, ternyata tengah asyik di tebing bersama… eh, ehem…!” teriak Mbah Mupeang melirik Na, sambil melempar-lempar papan caturnya ke udara dengan gerakan ular melingkar di atas pagar.
“Sudahlah, Peang, jangan menggoda terus. Bagaimanapun juga, Bro kita ini selain Pemimpin Liga Pendekar Nusantara, sekarang telah menjadi Kongcu Tebing Jomblo Berjoged bersama Lihiap cantik ini” goda Elde, membuat Pendekar Pedang Hujan yang berdiri di samping Bay tersipu malu.
“Itu Pak Ngah sama Pak Mude ga usah lebay. Sini kita kumpul semua!” ledek Mahaguru Jati sambil memilin-milin kumis kucing pink kesayangannya dengan amat mesra, membuat Aldy dan Pebrianov mau tak mau merapat walau dengan agak bersungut.
“Sayang Vahami tidak bisa ikut ke tempat ini,” sesal Suyono Apol Si Pendekar Di Atas Langit Ada Langit. “Hey, lihat! Siapa yang baru hadir itu…!”