Dan di sinilah sekarang aku berada, memandangi hamparan salah satu tanah tersubur yang ada di negeriku dari balik lebatnya hutan pedalaman Papua, yang tentu saja belum pernah sekalipun mencicipi modernisasi.
Keningku sedikit mengernyit melihat pemukiman suku paling terasing yang baru ditemukan keberadaanya tiga puluh tahun yang lalu ini, yang kutaksir berada pada pucuk pepohonan lima puluh hingga seratus meter… dari permukaan tanah!
Kutatap agen penghubungku dengan penuh tanya. Laporan apa yang baiknya kubuat untuk Presiden, tentang komunitas suku, yang bahkan tidak mengenakan koteka ini? (Bersambung).
Â
Secangkir Kopi Dongeng untuk Jokowi, Thornville-Kompasiana, 21 Desember 2015.
(Karena katanya Sang Presiden membaca Kompasiana, maka untuk Beliaulah dua episode novel ini saya persembahkan. Bukan demi undangan makan siang di Istana karena fiksi lebih dari sekedar itu. Dan saya tetap tak melakukan verifikasi, sebagai salah satu prasyarat pendukung undangannya).
*Terima kasih kepada Bung Hilman Fajrian dan Bung Muhammad Armand, atas tanya-jawab singkatnya melalui kolom komentar facebook, yang cukup membangkitkan pencerahan dari si bodoh ini…^_
Link episode sebelumnya:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H