Tapi kali ini mereka tak punya lidah. Hanya wajah dan sebuah rekaman bobrok yang terus mengulang-ulang kalimat yang sama.
”Mohon kebijaksanaan Bapak untuk menghindari kesalah fahaman ini..,” ucapku setengah memohon.
“Kami hanya menjalankan tugas!”
“Tolong dengarkan saya sekali ini, Pak. Tolong…”
“Kami hanya menjalankan tugas!”
Dua barisan manusia menjepitku. Situasi kini semakin rawan, bersama jarak yang kian menyempit di antara kami.
”Tahan…! Mundur…! Mundur semua…!” teriakku, membuat barikade semut cantrik undur beberapa tindak.
Tapi belum sempat aku bernapas lega, ketika beberapa tubuh terasa menekan punggungku.
Ada apa ini? Kenapa Pasukan Kerajaan Gonteng yang kini justru merangsek ke arahku?
“Tahan! Tahaaan…! Teriakku lebih keras. Tapi semua tak lagi berarti apapun selain bunyi pukulan melanda tubuh, teriak sakit serta erangan yang menggiriskan keadaan.
“Munduuur! Lindungi Semut Begawan...!!!”