“Jadi… Saudara tetap menolak?”
“Ya, sebelum ada perintah resmi.”
“Kalau begitu… jangan salahkan kami jika terjadi sesuatu.”
“Bapak mengancancam kami?”
“Saya hanya mengingatkan saudara!”
Alangkah ajaibnya Negeri Bayangan ini! Alih-alih melindungi warganya dari ancaman teroris, justru sebaliknya. Mencoba menjilat Dunia Hewan Internasional dengan terus mengobrak-abrik ‘gudang peradaban’ yang dimilikinya. Begitu berbahayakah pena, kitab, juga serat dan tembang peribadatan kami?
Ketegangan merayap di sekitar kami. Pertemuan dua kepentingan, yang terefleksi lewat simbol-simbol fisik yang tak seimbang, sempat menciutkan nyali sebagian besar penghuni padepokan. Hanya kecintaan terhadap sesepuh padepokanlah yang membuat mereka tetap bertahan.
“Kami tetap harus membawa Wawan untuk diperiksa!”
“Tidak!” oktaf suaraku mulai meninggi, sebab gonteng sengak berbalut seragam itu memanggil Semut Begawan yang kami hormati tanpa embel-embel apapun. Sungguh sebuah penghinaan yang sulit untuk dimaafkan.
“Apa yang saudara inginkan?”
“Bawa kami kepada pimpinan tertinggi bapak!”