“Tahu apa kau tentang cinta sejati…?! Tahu apa kau tentang cinta yang rela mempersembahkan segala yang terbaik bagi yang dicinta…?!” erang Sam Trader dengan hati yang amat terluka.
Zoel Z’anwar tetap bergeming di tempat. Begitu juga tatapannya: Tetap tajam dan menyayat. Membuat Sam Trader sejenak terdampar rasa ragu dan sedikit mengerem laju pedang.
“Jika semua perwira berpikir sepertimu, tak perlu menunggu hitungan dasawarsa untuk negeri ini kembali dijajah negara lain dengan cara licik yang memang keahlian utama mereka...!” Suara Zoel Z’anwar semakin tegas terdengar, membuat sam sedikit terhenyak.
“Mak-maksudmu…?” tak tahan Sam Trader bertanya. Sekuat tenaga ditahannya laju pedang pokiam yang terlanjur menusuk.
Tapi terlambat. Pedang pusaka meluncur deras, menghujam tepat di jantung Zoel Z’anwar hingga tembus dan menyisakan hanya gagang di bagian dada.
“Kau… Kau… Kenapa kau tak menghindar…?” Secepat kilat Sam Trader merangkul Zoel Z’anwar, dan bertanya setengah histeris.
“Kenapa kau tak menghindar, Zoel…?! Kenapa…?!” Sam Trader mengguncang tubuh Zoel Z’anwar yang bersimbah darah.
“Aku hanya ingin… kit… kita semua meng… hasilkan karya yang tidak sekedar cinta… Aku hanya ingin kita… lebih fokus menggarap karya apapun… juga cin… cinta… dengan konflik kemanusiaan atau pembebasan belenggu kemiskinan… seb… sebag… gai bumbunya… Atau cinta gadis remaja yang rela… mendampingi buah hatinya meng… inovasi… negeri…” sendat uara Zoel Z’anwar.
“Tapi kenapa kau tak menghindar, Zoel…?! Kenapa kau tak membalas…?! Kenapa kau tak menangkis… ?!” Sam Trader memeluk leher Zoel Z’anwar erat-erat.
“Maafkan aku yang gem… gemar membedah karya kalian… walau terkadang itu menyakitkan… tapi… itulah bukti cinta dan apresiasiku terhadap karya kita semua… karena tak ada yang lain yang melakukannya selain memberi jempol serta komen bertabur pujian… yang… memabukkan…”
“Tidak, Zoel… Tidak…” ratap Sam Trader.