“Hampir saja nyawamu dipinjam oleh Giam Lo-ong, Bay, ternyata umurmu memang tak kalah gondrong dengan hidung betetmu itu, hak… hak… hak…” gelak Mbah Mupeang menertawai lelucon garingnya sendiri. Sementara itu Indira telah selesai bersuillan mengembalikan hawa murni yang tadi banyak terkuras, dan membawa sosok sengak berhidung gondrong tersebut beristirahat di pendopo perawatan.
Sepeninggalnya Indira dan sosok sengak berhidung gondrong, Mbah Mupeang menatap tajam ke arah Dayat dengan mata beluluknya yang penuh aura selidik.
“Kemari kau, Nak.”
Dengan takut-takut Dayat beranjak menghampiri.
“Seb-sebenarnya tentang apa semua ini, Paman…?” tak tahan Dayat bertanya, walau masih dengan rasa takut yang sama besarnya seperti tadi.
“Hak-hak-hak… Ini semua murni cuma trik catur sederhana… Nih lihat, harusnya Si Menor Indira melangkahkan kudanya kesini lalu menyerang dengan peluncur, dan diakhiri dengan manisnya menaruh benteng di sini. SKAK MAT. Sesederhana itu, dan benar-benar hanya butuh tiga langkah kecil untuk mematikan lawan. Sayangnya dia terlalu keminter dan menganggap semua tindakanku adalah tipu-tipu kelas atas hingga membuatnya terkeder-keder sendiri, hak-hak-hak…”
“Ma-maksud saya bukan tentang catur ini, Paman, melainkan tentang kenapa saya dibawa ke sini?” terang Dayat, setelah sebelumnya terbengong-bengong sendiri mendengarkan trik catur yang amat tak nyambung dengan kejadian penculikan dirinya.
“Hak-hak-hak…” Kembali Mbah Mupeang terbahak-bahak.
Tapi tiba-tiba tawanya terhenti, dan dengan suara yang amat misterius Mbah Mupeang kemudian bertanya, “Tahukah kau mengapa kami bawa ke sini, Nak?”
Kontan Dayat ingin teriak, “Haddeeehhhh…!!!” keras-keras. Betapa tidak? Alih-alih tanyanya berjawab, justru ia kini yang diberondong ulang dengan pertanyaannya sendiri. Agaknya dunia memang benar-benar telah tua…
“Sudah… sudah… Tak usah lagi kau goda anak itu, Mupeang…” entah sejak kapan, tahu-tahu Indira telah duduk kembali di tempat semula dan mulai memindahkan biji catur sesuai dengan arahan Mbah Mupeang kepada Dayat tadi, yang akhirnya dengan amat mudah memenangkan pertandingan tepat tiga langkah. Tidak kurang dan tidak lebih, membuat Mbah Mupeang menggaruk kepalanya sendiri tanpa bisa berkata apa-apa lagi