Dilihatnya orang-orang yang tadi menculiknya kini membentuk formasi mengepungnya.
Bukan mengepungnya, melainkan mengepung sosok yang baru saja menculik ulang dirinya dari grup penculik sebelumnya, mengingatkan kepada sejarah penculikan di negeri yang baru saja giat berbenah akhir-akhir ini.
Ada apa ini? Apa maksud mereka dan kenapa harus aku? Lalu…
Belum lengkap kebingungannya diuraikan, ketika tiba-tiba ia merasa dadanya begitu sesak. Sekilas ia melihat sosok yang menculiknya pertama kali bergerak-gerak seperti mengeluarkan begitu banyak buah sawit warna-warni dari tubuhnya, sebelum semuanya menjadi gelap, hingga akhirnya kini ia merasa dikempit seseorang yang berlari dengan amat pesat.
“Indira…! Mupeang…! Tolong lindungi anak ini dari kuntitan orang…!” ucap si pengempit sembari melemparkan tubuh Dayat ke dua orang yang tengah asyik-masyuk bermain catur.
“Hey… hey… hey… ada apa ini…!” seru Mbah Mupeang sambil menimpuk beberapa bidak catur ke tubuh Dayat dengan gerakan Bang Haji Berdendang Jangan Begadang.
Ajaib, Dayat merasa ada suatu arus tenaga meledak-ledak yang menyelusup dari titik tubuhnya yang baru saja terkena timpukan pion, hingga membuatnya spontan berjumpalitan dan mendarat di bangunan pendopo tanpa kurang suatu apapun.
“Hak… hak… hak… Ternyata kau berhasil membawa bocah ini, Bay… Hak… hak… ha-hey! Kenapa kau…?!” Secepat kilat Mbah Mupeang menangkap sosok sengak berhidung gondrong yang hampir rubuh itu. Jemarinya bergerak cepat menotok beberapa jalan darah penting, sebelum akhirnya menghembuskan napas lega. Bergantian dengan Indira yang entah sejak kapan merangkapkan tangan dipunggung si Bay ini, dan menyalurkan iwekang Hati Gadis Suci aliran Kobongpay dengan amat khusuk hingga uap tipis melayang di ubun-ubun keduanya. Sementara Dayat hanya bisa terpaku dalam diam yang semakin bingung.
Tak terasa seperempat jam berlalu dengan penuh kecemasan, hingga akhirnya…
“Huakkk…!!!”
Sosok sengak berhidung gondrong tersebut memuntahkan beberapa gumpalan darah hitam, sebelum akhirnya benar-benar siuman.